twitter
rss


"Kita tidak membutuhkan penjejalan, tapi kita membutuhkan pengembangan dan penyempurnaan pikiran dari setiap siswa dengan pengetahuan yang berasal dari fakta-fakta yang mendasar". ~Karl Marx~

Banyak Baca Banyak Rasa

Oleh : Ki Hadjar Dewantara

Soal : cara mendidik manakah yang dapat kita jalankan di dalam dan di luar sekolah pada masa ini, yang dapat menghidupkan, menambah dan menggembirakan perasaan kesosialan anak-anak Indonesia?
I. Di dalam hidupnya anak-anak adalah tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya, yaitu : alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda.
1. Akan mudah dan sempurnanya pendidikan tidak cukuplah usaha pendidikan itu hanya disandarkan pada sikap dan tenaganya si-pendidik, akan tetapi harus juga beserta suasana (atmosfeer) yang sesuai dengan maksudnya pendidikan ; oleh karena itu wajiblah kepentingan tiga alam atau pusat pendidikan tersebut dimasukkan di dalam cara atau sistem pendidikan. (Shanti Niketan, Taman Siswa).
2. ‘Menghidupkan, menambah, dan menggebirakan perasaan kesosialan’ tidak akan dapat terlaksana, jika tidak didahului pendidikan diri (pendidikan individual), karena inilah dasarnya pendidikan budi pekerti, yang akan dapat menimbulkan rasa kemasyarakatan atau rasa sosial.
3. Untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya, maka perlulah segala usaha kita itu berdasarkan kurtural nasional, karena itulah syarat yang pokok untuk memudahkan, mempercepat, dan memperbaiki segala usaha.
4. Sikap kita dalam hal itu harus ditujukan ke arah terlaksananya perhubungan yang serapat-rapatnya, antara tiga pusat tersebut di atas, dan mempergunakan pengaruh pendidikan sebanyak-banyaknya kepada tiap-tiap pusat itu.

II. Alam keluarga adalah ‘pusat pendidikan’ yang pertama dan yang terpenting, oleh karena sejak timbulnya adab kemanusiaan hingga kini, hidup keluarga itu selalu mempengaruhi tumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia.
1. Berhubung dengan adanya naluri yang asli (oer-instict) yang mengenai kekalnya turunan, maka tiap-tiap manusia selalu berusaha mendidik anak-anaknya dengan sesempurna-sempurnanya, baik dalam hal rohani maupun dalam hal jasmaninya.
2. Berhubung dengan itu maka tiap-tiap manusia mempunyai dasar kecakapan dan keinginan untuk mendidik anaknya, sehingga tiap-tiap rumah keluarga itu bersifat pusat-pendidikan semata-mata, walaupun dengan sifat yang acapkali amat sederhana dan tanpa keinsyafannya.
3. Rasa cinta,rasa bersatu dan lain-lain perasan dan keadaan jiwa yang pada umurnya sangat brefaidah untuk berlangsungny pendidikan,teristimewa pendidikan budi pekerti,terdapatlah di dalam hidup keluaga dalam sifat yang kuat dan murni,hinga tak akan dapat pusat-pusat pendidikan lainya menyamainya,
4. Kedaan lahir juga sangat mempengaruhi berlakunya pendidikan,teristimewa pendidikan kesosialan;misalnya tolong-menolong,menjaga orang yang sakit,bersama-sama menjaga kesehatan,ketrtiban,kedamaian,kebersian,keberesan segala perkara,demikianlan seterusny.
5. Pengaruh-pengaruh yang tidak baik atau jahat dan dapat membahayakan langsungnya pendidikan ada pula;maka inilah harus dimasukkan dalam daftar usaha kita, agar kita kaum pendidik dapat menghindari akibat-akibatny yang jelek. Inilah kewajiban sosial dari sekalian kaum pendidik;jalanny ialah dengan mengadakan hubungan rapat dengan kaum ibu-bapak dan guru, perseorangan atau dengan bacaan (rapat-rapat,suratkabar,majalah,risalah dan sebagainy yang menuju pada pendidikan orang-orang yang tua yang masih harus mendapat didikan).
6. Kepantingan kuluarga sebagai pusat pendidikan tidak hanya disebabkan karana adanya kesempatan yang sebaik-bainya untuk mengadakan pendidikan individual dan sosial,akan tetapi juga karena ibu-bapak menanam segala benih kebatinan yang sesuai dengan kebatianannya sendiri,di dalam jiwanya anak-anak;inilah haknya orang tua yang terutama dan tidak boleh dibatalkan oleh orang lain.
7. Apabila sistem pendidikan dapat memasukkan alam keluarga itu ke dalam ruangannya, maka ibu-bapak itu, terbawa oleh segala keadaanya, akan dapat berdiri sebagai guru (pemimpin laku adab), sebagai pengajar (pemimpin kecerdasan pikiran serta pemberi ilmu pengetahuan) dan sebagai contoh laku kesosialan ; niscayalah bersatunya alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda itu akan dapat lebih berhasil dari pada sistem sekolah model barat, yang kita alami pada zaman kini.

III. Alam perguruan adalah pusat pendidikan, yang teristimewa berkewajiban mengusahakan kecerdasan pikiran (perkembangan intelektual) beserta pemberian ilmu pengetahuan (balai wiyata).
1. Teori dalam ilmu pendidikan yang menyebutkan : ‘pendidikan sosial itu adalah tugas sekolahan’, sungguh menyalahi keadaan yang nyata; sekolah model Barat seperti sifatnya sekarang tak akan dapat berdiri sebagai ‘pendidik kesosialan’.
2. Sistem sekolahan, selama masih ditujukan kepada pencarian dan pemberian ilmu dan kecerdasan pikiran, akan selalu bersifat zekelijk atau tak berjiwa, dan oleh karenanya akan terus sedikitlah pengaruh pendidikannya atas kecerdasan budi pekerti dan budi kesosialan.
3. Oleh karena kecerdasan pikiran dan ilmu pengetahuan itu selalu mempengaruhi dengan kuat bertumbuhnya egoisme (hanya mementingkan diri sendiri) dan budi keduniawian (materialisme), maka acap kali sistem sekolah yang tak berjiwa itu berpengaruh anti sosial.
4. Bilamana balai wiyata itu berpisah dengan hidup keluarga, maka usaha pendidikan budi pekerti dan budi kemasyarakatan di ruang keluarga itu akan selalu sia-sia belaka, oleh sebab pengaruh sekolahan itu amat kuatnya (tiap-tiap hari1.k.8 jam mengasah intelek hingga menimbulkan ‘intelektualisme’.
5. Selama ‘balai wiyata’ itu bersifat ‘sekolah umum’ (yaitu ‘sekolah negeri’), yang lalu tak akan dapat beraliran pasti menurut aliran kebatinan, (seperti yang dimaksudkan oleh ‘sekolah luar biasa’, yang berdirinya selalu disokong oleh orang-orang tua yang menghendaki salah satu aliran tetap), maka segenap pegawai disitu akan bersemangat ‘kaum buruh’; lalu mereka hanya berderajat ‘pengajar’ tak akan berdiri sebagai ‘guru’, karena tidak bersatu alam kebatinan dengan aliran balai wiyatanya sendiri. (Kesunyian ‘idealisme’ selalu menimbulkan ‘materialisme’. Bandingkanlah ‘Schoolstrijd’ atau ‘perjuangan sekolah’ di Nederland).
6. Buat Indonesia ‘sistem sekolah umum’ itu menjauhkan anak-anak dari alam keluaganya dan alam rakyatnya.
7. Kecerdasan pikiran seperti yang dimaksudkan oleh pembangun-pembangunnya ‘sistem sekolahan’ (Pestalozzi dan lain-lain) mengandung juga hal yang baik dan perlu; katrena itu segala peraturannya yang sesuai dengan kepentingan kita kadang-kadang perlu kita tiru.

IV. Alam pemuda, yaitu pergerakannya pemuda-pemuda yang pada zaman kini terlihat sudah tetap adanya (geconsolideerd), harus kita akui dan kita pergunakan untuk menyokong pendidikan.
1. Pergerakan pemuda itu hendaknya berlaku bagi anak-anak dalam akhir ‘windu ke-2’ dan permulaannya ‘windu ke-3’ (yaitu 14 sampai 20 tahun); sebelum umur itu pemeliharaan pemudalah yang pantas diadakan.
2. Didalam pergerakan pemuda hendaknyalah pengetua-pengetua sebagai penasihat, memberikan kemerdekaan secukupnya pada pemuda dengan selalu mengamat-amati, dan hanya bertindak jika perlu, yakni jika ada bahaya yang tak dapat ditolak oleh pemuda-pemuda sendiri; inilah pendidikan diri sendiri.
3. Pergerakan pemuda pada waktu ini, sebagian adalah tiruan cara Eropa, sebagian adalah buah ciptanya guru-guru bangsa Eropa, sebagian tiruan hidupnya atau pergerakannya saudara-saudara tua sebangsa, dan sebagian kecil adalah timbul dari angan-angannya sendiri. Semua itu seringkali bercampur sebagai ‘conglomeraat’, yaitu tidak berwujud tetap dan pasti.
4. Pergerakan pemuda zaman kini terlihat memisahkan anak-anak dengan alam keluarganya; inilah akan selalu dapat membahayakan, apalagi terbawa oleh keadaan pendidikan zaman sekarang (sistem sekolah secara barat) yang dialami sebagian besar anak-anak kita yang bersekolah disitu; pendidikan budi pekerti belum selesai atau kurang berhasil, karena aliran pendidikan acapkali bertentangan dengan sifat pendidikan anak-anak, yakni kodratnya anak-anak.
5. Dimana ‘pergerakan pemuda’ itu menyokong besar untuk pendidikan, baik yang menuju kecerdasan jiwa atau budi pekerti, maupun yang menuju ke laku sosial, maka perlulah pergerakan pemuda itu diakui sebagai pusat pendidikan dan dimasukkan di dalam rencana pendidikan, seperti yang dianjurkan di dalam preadvis ini.

0 komentar:

Posting Komentar