twitter
rss


"Kita tidak membutuhkan penjejalan, tapi kita membutuhkan pengembangan dan penyempurnaan pikiran dari setiap siswa dengan pengetahuan yang berasal dari fakta-fakta yang mendasar". ~Karl Marx~

Banyak Baca Banyak Rasa

Oleh : Irwan Zakaria 2)

PENDAHULUAN

KEBERHASILAN para wirausahawan dunia seperti Bill Gates (Microsoft), Steve Jobs (Apel Machintos) Hendri Ford (Ford Motor), Seichiro Honda (Honda), Akio Morita (Sony), Konosuke Matsushita (Matsushita), Anita Roddick (The Body Shop), Sam Walton (Wal-Mart), Jerry Yang (Yahoo), Jeff Bezos (Amazone), Piere Omidyar (eBay) Lou Gerstner (IBM), Andy Grove (Intel), dan sebagainya merupakan contoh orang-orang sukses. Kesuksesannya itu tentunya tidak diperoleh dengan leha-leha, tapi didukung oleh semangat juang dan kerja keras.

Untuk mencapai tujuan berupa kesuksesan seperti di atas tentunya perlu semangat juang dalam diri kita dengan baik. Salah satu kekuatan yang dimiliki berupa motivasi yang merupakan daya dorong individu untuk meraih tujuan yang diharapkan. Dengan demikian, tingkat pencapaian tujuan dalam memenuhi kehidupan erat kaitanya tingkat motivasi individu itu sendiri. Motivasi merupakan suatu kekuatan yang ada dalam diri kita untuk menggapai keberhasilan dari sebuah tujuan. Hal ini dipertegas Ary Ginanjar Agustian (2001: 82) bahwa:

Kekuatan pikiran bawah sadar yang merupakan sugesti, adalah sebuah energi dahsyat yang sekaligus sebagai pilot di dalam diri kita… Kekuatan energi akan mengalir dan akan membakar semangat Anda. Tetapkan kemauan Anda. Bedakan antara kemauan “biasa” dengan kemauan yang “membara”. Rahasia untuk sebuah keberhasilan adalah terus menerus mengingat bahwa, Anda lebih baik dari yang Anda pikirkan. Orang yang berhasil bukan orang super. Keberhasilan tidak memerlukan kecerdasan yang luar biasa. Keberhasilan tidak disebabkan oleh keberuntungan. Keberhasilan ditentukan oleh ukuran dari keyakinan Anda untuk meraih kemenangan. Kesuksesan juga ditentukan ukuran pemikiran dan dan cita-cita seseorang. Bercita-citalah setinggi-tingginya…

Motivasi tinggi dalam diri mahasiswa dapat membantu mereka dalam meraih prestasi baik akademik maupun non akademik. Begitu juga dalam dunia kerja atau dunia usaha, tingkat motivasi para karyawan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produk. Mengapa demikian? Karena motivasi yang tinggi dapat membantu seseorang bertahan dan dapat mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapinya. Dalam dunia kerja/usaha, tidak jarang ditemui situasi yang sulit, kadang kesulitan tersebut berlarut-larut. Bila seseorang tidak memiliki motivasi tinggi, dia akan menyerah mengahadapi situasi yang sulit. Begitu juga dalam perkuliahan, mahasiswa yang memiliki motivasi yang rendah, semangat juang untuk menghadapi permasalahan kurang optimal.

Dalam perusahaan manapun tidak menginginkan pekerja yang harus senantiasa diawasi dan diperintah. Hal itu memakan terlalu banyak tenaga. Begitu pula dalam dunia pendidikan pada jenjang perguruan tinggi. Idealnya, seseorang mahasiswa harus memiliki motivasi dan inisiatif untuk bekerja sehingga hasil yang diberikan dapat melebihi standar yang ditetapkan.

APA ITU MOTIVASI?
Motivasi merupakan keinginan atau kebutuhan dalam diri seseorang yang menggerakkannya untuk melakukan sesuatu untuk memenuhi keinginan tersebut. Motivasi terkait dengan bagaimana seseorang mengelola semangatnya. Faktor luar dapat berperan dengan menciptakan kondisi yang dapat mendorong peningkatan motivasi. Misalkan saja bonus tahunan, hutang yang harus dibayar dan sebagainya. Namun perlu disadari bahwa motivasi yang sesungguhnya hanya bisa timbul dari diri sendiri.

Banyak upaya yang dapat dilakukan pada kegiatan akademik maupun non akademik dalam membangkitkan motivasi para mahasiswa. Menurut Simanjuntak, (1983: 203) motivasi menunjukkan kepada suatu keadaan yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Dalam belajar motivasi memegang peranan penting. Tidak ada motivasi berarti tidak ada belajar dalam arti sebenarnya. Selanjutnya, Edward Lee Thorndike melihat hubungan motivasi dengan prinsip belajar yang digagasnya, yaitu law of effect. Dalam law of effect, perbuatan akan diulangi bila perbuatan itu menimbulkan kepuasan.

Dalam ilmu manajemen, kita sebagai manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan. Dari sudut pandang manjemen, pemuasan kebutuhan tersebut berhubungan dengan individu dan pekerjaan/tugasnya, pihak atasan, rekan dan lingkungan kerja.

Berdasarkan Pola Prilaku Motivasional menurut Winardi (2000: 148), kita dapat memeperoleh informasi, di antaranya:
1. Adanya kebutuhan yang belum terpenuh oleh individu. Ketegangan muncul seiring dengan bertambahnya kebutuhan. Ketegangan tersebut menimbulkan suatu motif bagi individu untuk memenuhi kebutuhannya sambil menilai lingkungan dan pengalaman yang dimilikinya untuk mencapai tujuan.
2. Individu yang mempunyai kebutuhan selanjutnya mengidentifikasi kondisi lingkungan sebagai dasar untuk meraih tujuan. Misalnya ingin berprestasi dalam kuliah, maka yang bersangkutan meningkatkan belajarnya dengan sering mengunjungi perpustakaan, mengakses informasi melalui internet, dll.
3. Tidak semua keinginan/kebutuhan tersebut terpenuhi mengikuti pola prilaku motivasional yang normal. Yang bersangkutan mengalami hambatan untuk mencapai tujuan. Sebagai akibatnya, muncul beberapa mekanisme pertahanan berupa agresi, regresi, reginasi dan kompromis.
4. Alternatif kedua, merupakan perubahan dalam prilaku individu dalam mencapai tujuan
5. Alternatif ketiga, individu mengubah tujuan yang ingin dicapainya.

Motivasi sangat penting bagi individu agar sukses dalam menjalani kehidupannya. Salah sebuah kesuksesan misalnya kuliah, bisnis, dll, maka perlu dilakukan penentuan tujuan dari awal. Hal ini ditegaskan pandangan Habsari (2005: 41) bahwa:
Rahasia dari motivasi adalah kalimat yang ampuh di saat setiap pemimpin melakukannya dengan senang hati. Jika kita tidak mempunyai tujuan yang jelas, kita tidak akan dapat mempunyai motivasi. Motivasi bisa hilang begitu saja, seperti menguap di udara, meninggalkan kita sehingga kita menjadi orang yang tidak antusias. Namun, motivasi bias ada dalam diri kita kalau kita punya tujuan jelas sehingga kita akan melakukan “aksi” atau tindakan untuk mencapai tujuan itu. Yang membuat kita melakukan aksi itulah yang disebut motivasi.

Sementara itu, ada satu kunci yang merupakan racun untuk motivasi kita, yang secara pelan-pelan bisa mengubah kesuksesan dan kebahagiaan kita, yaitu “tidak bisa”. Banyak orang kehilangan kesempatan/opportunity dengan bereaksi secara negatif, karena yang ada di pikiran mereka dan yang diucapkan adalah kata “tidak bisa”. Namun, kehidupan akan sukses tidak dengan jalan itu. Ada satu kata lain yang mempunyai kekuatan untuk mengubah semua itu, yaitu “bisa”. Jika yang ada di pikiran kita dan mulut mengucapkan kata “bisa”, kita akan bisa meraih yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Berkaitan dengan pernyataan di atas, penulis masih ingat pesan orang tua yang menyatakan bahwa semua orang itu dilahirkan dalam keadaan sama, tidak membawa apa-apa. Tapi kenapa ada yang jadi insinyur, pedagang, pegawai, pengrajin, dan sebagainya. Katanya, itu tergantung pada usaha dan ketekunan kita.

“Saya bisa” adalah energi. Katakan itu dalam diri kita sendiri mulai sekarang. Katakan lagi, dan lagi, sepanjang hari, sepanjang waktu secara terus menerus. Kita akan menemukan antusias dan semangat kita, dan melakukan aksi untuk mencapai apa yang kita inginkan, apa yang kita tuju. Tidak baik menggunakan kata-kata “tidak bisa”‟ tetapi pikirkan “saya bisa” ‟percaya saya bisa”, dan kita akan menemukan bahwa memang kita bisa melakukannya. Motivasi adalah mencapai tingkatan dan performa yang tinggi. Memotivasi bisa berarti menggerakkan.

Berdasarkan teori dasar motivasi, kepribadian individu terdiri dari jalinan tiga motif dasar (Winardi, 2000: 200), yaitu:
1. Konsep kebutuhan untuk Berprestasi (the need for achievement, n Ach): Kebutuhan untuk mencapai sukses yang diukur berdasarkan standar tertentu. Orang yang memiliki “n Ach” tinggi, cenderung:
mencari dan bersedia menerima tanggung jawab pribadi besar;
menerima risiko yang terkalkulasi;
menetapkan tujuan-tujuan perlu tantangan tetapi realitas bagi diri mereka sendiri;
mengembangkan rencana-rencana komprehensif yang membuat mereka mencapai tujuan-tujuan tersebut;
mencari dan menggunkan “feedback” yang diukur mengenai hasil-hasil tindakan mereka;
mencari kesempatan-kesempatan usaha di amana keinginan-keinginan mereka kiranya tidak akan terhalang.
2. Konsep kebutuhan untuk Berafiliasi (the need for affiliation, n Aff): Tipe individu dengan kebutuhan akan afiliasi yang kuat, berusaha mencari hubungan akrab dan kawan-kawan. Golongan ini senang sekali berkecimpung dalam bidang pekerjaan yang mempunyai banyak interaksi dengan orang-orang lain.
3. Kebutuhan akan Kekuasaan (the need for power, n Pow): Para individu yang mencari kekuasaan biasanya berkecenderungan untuk mencari posisi-posisi kekuasaan atau dengan pengaruh. Golongan ini memiliki pekerjaan di mana otoritas dan kekeuasaan melekat pada posisi yang dimiliki.

MAHASISWA DAN BERORGANISASI
Organisasi mahasiswa memiliki karakteristik yang khas/unik, yang tidak sepenuhnya mengikuti tatanan organisasi yang sebenarnya. Hal ini menjadi mafhum buat orang awam karena mereka dianggap masih dalam taraf belajar berorganisasi. Berorganisasi merupakan sebuah proses yang harus dilalui mahasiswa untuk memunculkan pribadi yang tangguh dalam kehidupan riil di kemudian hari. Suatu kesempatan langka yang sulit terulang dalam periode perkembangan selanjutnya, karena setelah lulus seseorang tidak lagi memulai proses belajar berorganisasi tapi sudah dihadapkan pada situasi organisasi yang sebenarnya. Pengalaman penulis dalam wawancara kerja terhadap para lulusan menemukan bahwa ternyata kemampuan berorganisasi menjadi tolok ukur yang menentukan kapabilitas seseorang dalam menghadapi dunia kerja nantinya.

Keunikan organisasi kemahasiswaan merupakan konsekuensi dari tipikal mahasiswa yang beraneka ragam, baik dari sisi motivasi, potensi raw material dan pengalaman yang didapatkan sebelumnya. Maman S. Mahayana (dalam Mahasiswa Menggugat, 1998) membagi menjadi 6 kategori mahasiswa :
1. Mahasiswa underdog, pada umumnya berasal dari pedesaan, minder, merasa tidak memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan, berusaha menjadi mahasiswa yang baik, tapi memiliki motivasi yang tinggi untuk kuliah
2. Mahasiswa salon, mereka datang dari kota dan latar belakang keluarga kaya, menganggap bahwa kuliah hanya sekedar mengisi waktu agar tidak menganggur, disiapkan untuk melanjutkan usaha orang tua, kampus sebagai ajang pamer kendaraan, serta tujuannya lebih pada mendapatkan “status” mahasiswa bukan ingin mendapatkan ilmu yang berguna nantinya.
3. Anak mamih, berasal dari keluarga menengah atas, motivasinya sungguh-sungguh kuliah tapi tidak peduli kegiatan non-akademis, serta bertujuan untuk segera menyelesaikan kuliah dengan hasil yang memuaskan.
4. Mahasiswa jalan pintas, motivasinya hanya memperoleh gelar, sehingga menggunakan berbagai cara untuk mendapat nilai baik.
5. Mahasiswa pekerja, berasal dari keluarga pas-pasan atau memiliki status sebagai karyawan yang ingin segera merubah nasib, biasanya sungguh-sungguh mengikuti kuliah, bahkan sering pula mengikuti kegiatan kemahasiswaan.
6. Mahasiswa unggulan, berasal dari keluarga terpelajar, latar belakang ekonomi orang tua yang baik dan memiliki kapasitas intelektual bagus, serta seringkali memanfaatkan masa kuliah untuk menempa diri dengan berorganisasi atau kegiatan ilmiah lainnya.

Berbagai jenis mahasiswa inilah yang memunculkan konsekuensi sulitnya menemukan orang-orang yang intens untuk mengikuti organisasi kemahasiswaan. Selain itu latar belakang mahasiswa tersebut menyebabkan motivasi untuk melakukan organisasipun menjadi berbeda-beda. Ditambah lagi adanya tekanan psikologis dari orang tua dan lingkungan sosialnya menyebabkan mereka lebih memfokuskan pada kuliah dibandingkan berinteraksi dalam suatu organisasi. Kalaupun ikut dalam organisasi mereka menjadi “setengah hati”, menapakkan kaki kiri pada organisasi dan kaki kanan untuk berkonsentrasi pada kuliah. Oleh karena itu sulit bagi organisasi kemahasiswaan untuk memunculkan prestasi yang hebat dalam bidang organisasi maupun akademis. Hal ini nampak sekali dari partisipasi dalam orkem yang hanya sekedar mencantumkan “nama”, namun sepi akan kreasi dan prestasi yang memadai. Akhirnya Orkem hanya sekedar sebuah “playgroup”, kumpulan anak-anak mahasiswa untuk bermain-main, kumpul-kumpul, nyanyi-nyanyi, dari pagi sampai pagi berikutnya.

Apabila hal ini berlangsung terus menerus, maka lama kelamaan akan mengarahkan pada: tidak adanya proses belajar sosial untuk mencapai tingkat idealisme sebagai mahasiswa; hilangnya sense untuk berorganisasi dengan baik, yang terkait dengan keteraturan; mandulnya improvement terhadap organisasi atau tidak adanya prestasi bisa diandalkan, hanya sekedar menjalankan kebiasaan dari generasi sebelumnya; berorganisasi hanya sekedar “pelengkap” untuk mencari teman, lebih menekankan afektif dalam berorganisasi bukan pada sesuatu yang sifatnya kognitif; serta tumpulnya sensitivitas sosial, kurang responsif terhadap berbagai persoalan di luar yang terkait dengan kajian ilmunya. Kalau semua hal tersebut mengalami repetisi (pengulangan), tentunya akan menjadi sesuatu yang kontradiktif dari pencapaian tujuan berorganisasi yang sebenarnya.

MEMUNCULKAN ORGANISASI MAHASISWA DAN PEMIMPIN YANG “IDEAL”
Organisasi yang ideal tidak selalu berkonotasi dengan kesempurnaan organisasi pada umumnya di perusahaan atau lembaga pemerintahan, namun demikian mencoba untuk realistis dengan kesempatan, uang, waktu, alat dan tenaga (KUWAT) yang dimiliki, namun tetap tidak meninggalkan keteraturan dan tercapainya improvement secara individual maupun organisasi. Oleh karena itu ada beberapa saran untuk memunculkan organisasi mahasiswa yang ideal :
1. Sistem seleksi penting untuk dilakukan untuk mendapatkan mahasiswa yang memiliki motivasi berorganisasi yang baik. Hasil seleksi ini menjadi pedoman dasar bagi rekrutmen pengurus organisasi, sehingga didapatkan “the right man in the right place”. Memang konsekuensi dari seleksi adalah sulitnya mendapatkan orang-orang yang berminat untuk “meramaikan” organisasi, tapi sisi positifnya akan didapatkan orang-orang yang memang serius untuk berkiprah dan membesarkan organisasi.
2. Menciptakan “aturan main” dalam berorganisasi, baik dalam hal hak dan kewajiban anggota sampai dengan punishment dan reward bagi mereka. Aturan main ini tentunya tidak bisa lepas dari aturan yang paling tinggi dari Universitas, yakni Statuta yang menjadi landasan dalam berkegiatan seluruh civitas akademika. Kadang penerapan aturan main ini menjadi kendala tersendiri, karena adanya “rasa sungkan”, ketidakenakan untuk menindak teman sendiri yang merugikan organisasi, sulit mengingatkan “senior” yang buat ulah atau menguasai organisasi. Di sini peran pemimpin sebagai pengendali di lapangan menjadi sangat penting.
Sifat kepribadian sebagai pemimpin yang baik, penulis ambil dari pidato pengukuhan Guru Besar Prof. Djamaludin Ancok (2003) sebagai berikut :
a. Mentalitas berkelimpahan (abundance mentality), orang yang suka membagi apa yang dimilikinya dengan orang lain, orang seperti ini merasa bahwa dengan memberi apa yang dia miliki membuat merasa semakin kaya.
b. Berfikir positif pada orang lain, orang yang seperti ini akan melihat orang lain sebagai bagian dari kebahagiaan hidupnya.
c. Mampu berempati, bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain, kepekaan ini akan membuat ia bisa merasakan kegembiraan dan kesusahan orang lain.
d. Memiliki kemmapuan komunikasi transformasional, selalu memilih kata-kata yang enak didengar bila berbicara dengan orang, walaupun dalamkondisi berbeda pendapat.
e. Orientasi win-win solution, tidak menginginkan kebahagiaan dirinya sementara orang lain harus kalah.
f. Serving attitude, bukan minta dilayani tapi melayani kepentingan orang yang dipimpinnya, selain itu selalu berprinsip senang bila orang lain senang dan susah bila orang lain susah, bukan sebaliknya
3. Berorientasi pada perubahan (change oriented goal), artinya setiap organisasi harus membuat target yang realistis untuk dicapai oleh timnya. Namun demikian target tersebut tidak meninggalkan pencapaian improvement (perbaikan) dari kapasitas atau potensi diri pribadi dan organisasi. Target harus dimunculkan secara bottom-up untuk memberikan share of responbility, semua anggota merasa bertanggung jawab terhadap segala aktivitas dan tujuan organisasi, tidak hanya tujuan kepengurusan saja. Namun demikian kendala pencapaian perubahan tidaklah mudah dilakukan, karena perubahan akan memiliki konsekuensi yang besar, baik dari sisi individual, karena merasa sudah nikmat dengan kondisi sebelumnya, dan secara sosial akan memunculkan sebuah sistem interaksi sosial yang sangat berbeda sekali, sehingga bisa menimbulkan ketidaknyamanan dan keluar dari sistem yang ada. Konsekuensi ini seharusnya bisa dihadapi oleh pengurus yang reformis, apabila memiliki motivasi, niat yang tulus dan yang lebih penting lagi “keberanian” untuk memulai.

BAGAIMANA MEMBANGKITAN KEMBALI MOTIVASI
Apa yang harus dilakukan bila motivasi mahasiswa kita hilang? Pertama kali kita harus bertanya pada diri sendiri, apa sebenarnya masalahnya. Turunnya motivasi tidak selalu karena kita malas. Banyak hambatan yang akan mengganggu motivasi kita, misalnya kebiasaan menunda, percaya diri yang rendah, kebiasaan belajar tidak teratur, rasa tegang/cemas, kurang tertarik dan lain-lain. Bila kita merasa motivasi menurun sehingga dapat menghambat dalam mencapai sasaran, beberapa anjuran berikut dapat kita coba.
Evaluasi Tanggung Jawab: Tinjau kembali apakah sasaran kita telah memenuhi criteria yang disampaikan di depan. Apakah sasaran kita tidak realistik, atau kabur? Bila ini benar, kita sebenarnya tidak cukup terarah dalaam menuju sasaran sehingga merasa tidak termotivasi. Mungkin kita dapat termotivasi kembali dengan membuat sasaran menjadi lebih spesifik dan realistik.
Jangan Menghindar: Seringkali kita menunda-nunda pekerjaan yang dianggap paling sulit atau menyebalkan. Tentu sia-sia untuk berharap masalah tersebut akan hilang dengan sendirinya. Jadilah professional. Jangan sampai perasaan tidak suka membuat kita menghindari tanggung jawab. Menghindar hanya akan menambah masalah karena kita akan semakin tertinggal.
Buatlah Skala Prioritas: Terkadang motivasi dapat hilang karena terlalu banyak hal yang harus dilakukan. Terlebih lagi, dalam kehidupan dewasa, keluarga adalah tanggung jawab tambahan yang harus diperhatikan. Solusi yang baik bila ini terjadi adalah membuat larutan prioritas. Hal apa yang harus dikerjakan pertama kali? Yang mana dapat menunggu sampai minggu depan? Dengan menuliskan semua tugas, kita dapat memberikan prioritas sehingga dapat menempatkan beban kita pada perspektif yang benar sehingga dapat diselesaikan pada waktunya.
Tugas yang diberikan akan terasa cepat sekali bertambah banyak bila kita tidak menjaga ritme kerja. Berulang kali terdengar karena keterlambatan dari tenggat waktu, dapat menurunkan motivasi diri dalam bekerja. Ada beberapa cara agar kita dapat memotivasi diri dalam bekerja:
Bagi Tugas Besar menjadi Beberapa Bagian Kecil: Terkadang kita menjadi tidak bersemangat karena melihat begitu banyaknya pekerjaan. Dengan membagi tigas besar menjadi beberapa bagian kecil, pekerjaan tersebut terlihat lebih ringan untuk dikerjakan. Mengerjakan laporan tahunan setebal 250 halaman tentu kelihatan cukup berat. Kita dapat membaginya menjadi beberapa bagian. Mulailah denga bagian-bagian yang informasina telah lengkap tersedia.
Gunakan Aturan Lima Menit: Biasanya, bagian yang paling berat dari mengerjakan apapun adalah menumbuhkan motivasi saat memulainya. Untuk membantu kita adalah menumbuhkan motovasi saat memulainya. Untuk membantu kita mengatasi hal ini, gunakan aturan lima menit. Hanya lima menit. Kita dapat mengerjakan berbagai hal dalam lima menit bukan?
Berilah Penghargaan kepada Diri Kita: Pada dasarnya setiap orang butuh penghargaan atas apa ayang telah dicapai. Adanya penghargaan akan meningkatkan motivasi kita. Namun, kita tidak bias mengaharpkan ada orang yang senantiasa memuji bukan? Setiap kita menyelesaikan suatu sasaran, berilah penghargaan sederhana. Lakukan sesuatu tang kita senangi setelah waktu kerja yang panjang. Bisa membaca novel, jalan-jalan atau menonton film di TV.
Carilah Bantuan Bila Diperlukan: Salah satu hal yang amat melemahkan motivasi adalah kegagalan yang berulang-ulang. Bila kita telah mencoba dengan sungguh-sungguh namun masih belum dapat menyelesaikan sesuatu, mungkin kita memerlukan bantuan. Bertanyalah pada rekan kerja atau atasan mengenai permasalahan yang dihadapi semabri mengungkapkan usaha apa saja yang telah dilakukan. Lebih baik bertanya beberapa pertanyaan dalam satu waktu daripada berulang kali bertanya hanya satu pertanyaan.


DAFTAR PUSTAKA
Ari Retno (2008). Terobosan Kepemimpinan, Panduan Pelatihan Kepemimpinan. Yogyakarta: MedPres.
Ary Ginanjar Agustian (2001). Rahasiah Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Jakarta: Arga.
Bonar Tigor Naipospos; Fahruz Zaman Fadhly; et al (1999). Potret Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998. Bandung: Pustaka Hidayah.
Djamaludin Ancok, (2003). “Modal Sosial dan Kualitas Masyarakat”. Pidato Pengukuhan Guru Besar UGM. Yogyakarta.
Ichsan S. Putra dan Arianti Pratiwi, (2005). Sukses Soft Skills, Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial Sejak Kuliah. Bandung: Direktorat Pendidikan ITB.
Simanjuntak, B. dan Pasaribu I.L. (1983). Psikologi Perkembangan, Dasar Psikologi Kriminil. Bandung: Tarsito
Winardi (2000). Kepemimpinan dan Manajemen. Jakarta: Rineka Cipta

1) Makalah disampaikan dalam kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa Yogyakarta, pada Hari Minggu, tanggal 27 Maret 2011 di Wisma Kaliurang.
2) Ketua Presidium Poros Muda Indonesia 2009-2014, bekerja sebagai Corporate Secretary di PT. Satira Persada – Yogyakarta. E-mail: irwan_zakaria@ymail.com.

0 komentar:

Posting Komentar