twitter
rss


"Kita tidak membutuhkan penjejalan, tapi kita membutuhkan pengembangan dan penyempurnaan pikiran dari setiap siswa dengan pengetahuan yang berasal dari fakta-fakta yang mendasar". ~Karl Marx~

Banyak Baca Banyak Rasa

Manajemen Organisasi1
Kelik Priyanto2

Sebelum membahas lebih jauh tentang manajemen organisasi, yang menjadi pertanyaan mendasar untuk kita bahas adalah :
1. Mengapa berorganisasi?
2. Apa manfaat berorganisasi?
3. Mengapa organisasi perlu manajemen?
4. Apa yang dimaksud dengan organisasi?
5. Bagaimana mempertahankan organisasi agar tetap eksis?
6. Aturan-aturan dalam organisasi?

Nah sekarang yuk kita bahas bareng-bareng!!!
1. Beberapa alasan orang berorganisasi ;
a. Alasan Sosial (social reason), Sebagai “zoon politicon ” artinya mahluk yang hidup secara berkelompok, maka manusia akan merasa penting berorganisasi demi pergaulan maupun memenuhi kebutuhannya :
- Tiap kehidupan tak bisa lepas dari organisasi, dari tingkat RT sampai negara, dari pembantu Rumah Tangga hingga presiden semua butuh yang namanya organisasi.
- Menambah teman, cari pengalaman, belajar berororganisasi mengisi waktu.
- Memberi sebanyak-banyaknya manfaat bagi orang lain
- Aktif di kampus itu panggilan jiwa, mempertahankan idealisme

b. Alasan Materi (material reason), melalui bantuan organisasi manusia dapat melakukan tiga macam hal yang tidak mungkin dilakukannya sendiri yaitu:
- Dapat memperbesar kemampuannya
- Dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk mencapai suatu sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi.
- Dapat menarik manfaat dari pengetahuan generasi-generasi sebelumnya yang telah dihimpun.

2. Apa manfaat berorganisasi?
Manfaat berorganisasi antara lain adalah :
a. Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman diluar materi kuliah
b. Menambah teman
c. Melatih mental dan rasa percaya diri dalam bersosialisasi
d. Melatih rasa tanggung jawab
e. Dapat melatih kerjasama dan menghilangkan sifat egois

3. Perlunya manajemen dalam organisasi:
a. Agar tidak menjadi sekedar gerombolan-gerombolan (kumpul tanpa tujuan yang jelas).
b. Agar organisasi dapat mencapai tujuan/cita-cita bersama.
c. Agar dapat melaksanakan/mengawal program2 perjuangan bersama.
d. Agar anggota bisa disiplin.


4. Pengertian manajemen organisasi, teori organisasi dan ciri-ciri organisasi modern:

a. Manajemen adalah Proses kegiatan pencapaian tujuan melalui kerja sama antar manusia sedangkan Organisasi adalah sebagai alat dari manajemen untuk mencapai tujuan.
b. Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan.
c. Daft mendefisinikan organisasi adalah suatu kesatuan sosial dari sekelompok individu yang saling berinteraksi menuruti suatu pola yang terstruktur dengan cara tertentu sehingga setiap anggota organisasi mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing, dan sebagai kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan juga mempunyai batas-batas jelas sehingga organisasi dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.
d. Teori organisasi : Secara garis besar organisasi mempunyai tiga unsur yang saling berhubungan yaitu orang- orang, kerjasama dan tujuan bersama-sama.

e. Ciri-ciri Organisasi Modern :
1) Organisasi bertambah besar;
2) Pengolahan data semakin cepat;
3) Penggunaan staf lebih intensif;
4) Kecendrungan spesialisasi;
5) Adanya prinsip-prinsip atau azas-azas organisasi;
6) Unsur-unsur organisasi lebih lengkap.

5. Bagaimana mempertahankan organisasi agar tetap eksis?
Agar organisasi dapat eksis perlu memperhatikan hal-hal berikut:
a. Prinsip-prinsip dasar organisasi :
1) Figur Pemimpin dan Tujuan yang Jelas
Figur pemimpin adalah prinsip dasar dari sebuah organisasi karena tanpa adanya pemimpin maka sebuah organisasi tak akan berjalan dengan baik. Pemimpin akan bertanggung jawab pada setiap kegiatan yang dilakukan sebuah organisasi.
Selain itu, sebuah organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas. Tujuan dari sebuah organisasi merupakan prinsip dasar terbentuknya sebuah badan. Pertama yang harus kita simpulkan adalah tujuan apa yang akan kita capai.
2) Skala Hierarki / Struktur
Sebuah organisasi harus memiliki skala hierarki. Yakni sebuah organisasi harus mempunyai tampuk kepemimpinan. Karena bagaimana pun sebuah badan tidak akan hidup tanpa kepala. Maksud dari hierarki di sini adalah susunan kepemimpinan pembentuk organ/struktur yang menunjuk pada adanya suatu pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk piramida, artinya ada orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan dan kekuasaan serta wewenang yang lebih tinggi daripada anggota biasa pada organisasi tersebut.
3) Sendem (sentralisme demokrasi)
Sebuah organisasi yang sehat harus mempunyai prinsip kesatuan perintah dan keterwakilan dalam mengambil keputusan (sendem), yaitu sebelum mengambil keputusan final maka organisasi tertinggi harus menerima dan menganalisa laporan organisasi dibawahnya, keputusan yang diambil harus mewakili semua organisasi dibawahnya.
Sebuah organisasi yang sehat juga harus mempunyai prinsip kesatuan perintah, yaitu seorang yang menerima perintah harus bertanggung jawab pada atasannya saja. Misalnya, seorang subseksi keamanan maka ia hanya bertanggung jawab pada ketua keamanan saja dan ketua keamanan akan bertanggung jawab pada atasannya lagi. Dan pertanggungjawaban ini akan terus memuncak pada tampuk kepemimpinan dari organisasi yang paling tinggi.
4) Pendelegasian Wewenang Pimpinan
Seorang pemimpin harus mempunyai prinsip pendelegasian wewenang dalam menjalankan pekerjaannya. Karena bagaimana pun setiap manusia itu mempunyai kemampuan terbatas. Dia tidak bisa menyelesaikan suatu pekerjaan yang berbeda dalam waktu yang sama atau di tempat yang berbeda.
Oleh kerena itu, pendelegasian wewenang mutlak diperlukan dalam sebuah organisasi. Pendelegasian wewenang ini bisa meliputi, pengambilan keputusan, mengadakan komunikasi dengan pihak lain, atau mengambil tindakan tanpa harus konfirmasi dengan atasan terlebih dahulu. Yang pasti delegasi wewenang bisa diatur dalam prinsip organisasi yang disepakati.
5) Tanggung Jawab Semua Pihak
Setiap organ dalam sebuah organisasi harus mempunyai pertanggungjawaban penuh terhadap pekerjaannya dan juga pada atasannya. Pertanggungjawaban ini harus diatur dalam prinsip mengenai kewenangan dan sanksi yang diberikan bila lalai bertugas.
6) Kejelasan Pembagian Tugas
Suatu organisasi harus mempunyai prinsip pembagian tugas yang jelas. Agar tujuan yang ingin dicapai kelompok terlaksana maka setiap anggota harus melakukan aktivitas sesuai dengan porsinya masing-masing. Jika hal itu dilaksanakan dengan baik, tujuan yang akan dicapai dapat berjalan dengan optimal. Adanya kejelasan dalam pembagian tugas akan memperjelas wewenang dan pertanggungjawaban juga keefektivitasan jalannya sebuah organisasi.
7) Rentang Pengendalian Organisasi
Sebuah organisasi yang baik harus memiliki prinsip rentang pengendalian struktur organisasi. Artinya jumlah bawahan atau staf harus dikendalikan oleh seorang atasan. Jadi perintah tidak memusat pada satu orang melainkan terstruktur dengan baik. Rentang pengendalian organisasi ini harus disesuaikan dengan besar kecil organisasi. Semakin besar suatu organisasi maka akan semakin kompleks rentang kendalinya.

8) Prinsip Fungsional dan Pemisahan
Prinsip fungsional harus ada dalam sebuah organisasi. Setiap anggota harus mempunyai tugas yang jelas mengenai pekerjaannya. Sehingga setiap aktivitas benar-benar mempunyai hubungan dengan tujuan organisasi.
Selain itu, setiap anggota mempunyai peran masing-masing dalam menjalan tugasnya maka dari itu sebuah organisasi harus mempunyai prinsip pemisahan sehingga orang akan bekerja sesuai dengan kapasitas masing-masing.
9) Keseimbangan
Keseimbangan berorganisasi adalah prinsip yang paling utama. Dengan adanya keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif maka tujuan dari organisi akan tercapai dengan baik. Tujuan organisasi tersebut dapat diwujudkan melalui aktivitas setiap anggotanya yang mempunyai tanggung jawab terhadap tugasnya.
10) Prinsip Fleksibilitas
Sebuah organisasi harus senantiasa mengikuti dinamika zaman yang terus berkembang. Sebuah organisasi harus tumbuh dan berkembang dengan mengamati perubahan sosial yang terjadi karena bagaimana pun pengaruh internal dan eksternal sebuah organisai mampu mengubah prinsip dasar organisasi.

b. Unsur-unsur Organisasi:
1) Manusia;
2) Kerjasama;
3) Tujuan Bersama;
4) Peralatan;
5) Lingkungan;
6) Kekayaan alam (Bagi organisasi/perusahaan produksi);
7) Kerangka/Konstruksi Mental Organisasi


6. Aturan-aturan Organisasi
Aturan-aturan Organisasi biasanya tertuanga dalam:
a. AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga)
Sesuatu yang telah disepakati bersama dan untuk dilaksanakan bersama, sebagai acuan dalam organisasi agar tercipta tatanan hidup tertib, aman, adil, dan sejahtera. Peraturan organisasi yang jelas akan membuat siapa pun dalam organisasi itu merasa aman dan nyaman.
b. GBHO (Garis Besar Haluan Organisasi)
c. Kode Etik Organisasi
Setiap organisasi apapun harus mempunyai asas dan peraturan yang jelas. Asas dan peraturan ini diikuti dengan diseminasi peraturan tersebut dan adanya kode etik yang harus diikuti oleh semua individu yang menjadi anggota organisasi tersebut. Kode etik ini akan menjadi arahan bagi setiap pengurus atau anggota organisasi dalam bertingkah laku selama berada dalam organisasi tersebut.

= = = = = = = = =
Mari Belajar Berorganisasi
= = = = =
☺♣♣☺♣♣☺
Tidak bisa menjadi pemimpin besar seseorang yang ingin mengerjakan semuanya sendiri, atau seseorang yang ingin mendapatkan semua pengakuan atas tindakannya tersebut.
~ Andrew Carnegie ~

~Yang terpenting bukalah tingginya jabatan dalam organisasi
tapi kontribusi nyata dalam organisasi~
♠♠♠

------------------------------------------
1Disampaikan dalam Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa FKIP UST yang diselenggarakan oleh MMFKIP UST.
2Mahasiswa UST yang kini aktif sebagai (DPO) Dewan Pertimbangan Organisasi FBEMP Yogyakarta, Koord LKAT Demokrasi

1. ASAS PERTAMA :
Setiap orang berhak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertib persatuan dalam kehidupan umum.


Hak seseorang akan mengatur dirinya sendiri dengan mengingati tertibnya persatuan dalam prikehidupan umum itulah asas kita yang pertama.1 Tertib dan damai itulah tujuan kita yang setinggi – tingginya.2 Tidak adalah ketertiban terdapat, kalau tidak bersandar kepada perdamaian. Sebaliknya tidak akan ada orang hidup damai, jika ia dirintangai dalam segala sarat kehidupanya.3 Bertumbuh menurut kodrat itulah perlu sekali untuk segala kemajuan dan harus dimerdekakan seluas – luasya.4 Maka dari itu pendidikan yang bersaratkan “ paksaan hokum ketertiban”, inilah perkataan itulah kita anggap memperkosa hidup kebatinan anak.5 Yang kita pakai sebagai alat pendidikan yaitu pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya sendiri.6 Inilah yang kita namakan “ Among – Metode “.7

URAIAN
1. kalimat ini menentukan kedudukan manusia sebagai pribadi ( individu ) dan sekaligus makhluk sosial. Sebagai individu manusia memiliki hak asasi Kemanusian, sedang sebagai makhluk sosial manusia memiliki pula kewajiban hak asasi Kemanusiaan. Mewujudkan hak kemerdekaan selalu memperhatikan tertib – damainya kehidupan bersama atau masyarakat. Oleh karenanya kepentigan hidup bersama harus merupakan batas dari perwujudan kepentingan individu.

Di sini juga tercermin asas demokrasi kekeluargaan, karena demokrasi tidak boleh bersembunyi pada hak asasi, melainkan juga harus tunduk kepada kepentingan sosial. Antara hak asasi dan kewajiban sosial harus terdapat keseimbangan.

Jiwa merdeka pendukung nilai – nilai yang di junjung tinggi oleh Tamansiswa.
Secara kodrati manusia sebagai makhluk Tuhan YME, olehnya dikaruniai dua sifat yang nampaknya kontraversial, ialah kemerdekaan dan ketergantungan. Dengan sifat kemerdekaan itulah, maka manusia sebagai individu memiliki hak mengatur dirinya sendiri, yang pada umumnya kita kenal sebagai hak asasi manusian. Tuntunan akan terwujudnya hak tersebut secara mutlak akan melahirkan faham liberalisme.
Mengenai ketergantungan sedikitnya kita kenal dua macam :
a. ketergantungan kepada sang pencipta.
b. ketergantungan kepada sesama manusia.

Ketergantungan manusia kepada pencipta menimbulkan sikap dan perilaku menyembah. Manusia berusaha untuk mengabdikan diri kepadanya dengan mematuhi segala perintah dan menjauhi larangannya.

Ketergantungan manusia kepada sesama menimbulkan sikap dan prilaku menjunjung tinggi kepentingan bersama, yang selanjutnya melahirkan juga kewajiban asasi kemanusiaan. Masyarakat yang mengutamakan terwujudnya kewajiban tanpa memberikan hak kepada segenap warganya, mengarah ke bentuk masyarakat yang totaliter.

Sifat ketergantungan kepada sesama, menuntut terwujudnya tertib damai hidup bersama, yang selanjutnya merupakan batas atas perwujudan kemerdekaan individu. Ki Hadjar Dewantara selalu menegaskan, bahwa masyarakat yang pelaksanaanya kemerdekaan individu selalu dibatasi oleh tertib damai kehidupan bersama.

Berdasarkan kesemuanya itu, maka salah satu tujuan pendidikan Tamansiswa adalah menjadikan anak didik manusia yang berjiwa merdeka lahir bathin, manusia yang merdeka cipta, rasa dan karsanya, agar mampu berkarya merdeka dan berkesanggupan untuk membudayakan dan membangun diri serta masyarakatnya. Jika pada jaman perjuangan kemerdekaan jiwa merdeka merupakan syarat utama bagi usaha memerdekakan nusa dan bangsa, maka sebagai pendukung nilai-nilai sosial budaya yang sesuai dengan jiwa Pancasila, seperti diuraikan dimuka, maka jiwa merdeka ternyata cukup penting sebagai modal pokok dalam pembangunan.

2. Tujuan organisasi Tamansiswa adalah terwujudya masyarakat tertib - damai, suatu masyarakat salam dan bahagia serta adil dan makmur. ini berarti bahwa masyarakat yang dicita – citakan adalah masyarakat yang mampu memberikan kehidupan yang tenang dan tentram kepada setiap warga, terpenuhi segala kebutuhan hidup lahir - batin, serta terwujudnya segala hak dan kewajiban secara seimbang dan selaras.

3. Disini di jelaskan persyaratan untuk mencapai ketertiban dan kedamaian itu. Tidak dapat di wujudkan ketertiban, keteraturan, keselarasan, jika tidak ada damai, ketenangan bathin dan ketentraman jiwa. Tetapi juga tidak mungkin ada kedamaian, jika manusia selalu dirintangi dalam hidupnya. Artinya jika manusia tidak berkesempatan mewujudkan hak kemerdekaannya selaras dengan kewajiban sosialnya. Perwujudan hak asasi kemanusiaan dan kewajiba asasi kemanusiaan.

Kesadaran akan perwujudan kepentingan individu dan kepentingan hidup bersama secara selaras, seimbang dan serasi, inilah faham kemerdekaan menurut asas Tamansiswa dan inilah yang melandasi jiwa merdeka sebagai pendukung nilai – nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi Tamansiswa. Kemerdekaan individu yang dibatasi oleh tertib - damainya kehidupan bersama mendukung :
a. Keselarasan merupakan serba keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat: keseimbangan antara hidup dunia, antara jasmani dan rohani dan sebagainya.
b. Keluarga adalah sendi hidup yang berlandasan pada manunggalnya rasa aku dan kita, yang mengutamakan pengabdian kepada keselamatan dan kebahagiaan hidup bersama.
c. Musyawarah adalah upaya bersama untuk mencari penyelesaian dan pemecahan masalah yang menjadi kepentingan bersama hak dan kewajiban.
d. Toleransi yang dimaksud adalah tenggang rasa, sikap saling menghormati pendapat dan saling menghargai pendirian masing – masing dalam usaha mencapai cita – cita bersama.
e. Kebersamaan adalah perasaan sama harga, sama nilai, sama hak dan kewajiban bagi sesamanya, non diskriminatif.
f. Demokrasi yang jiwanya kekeluargaan mengandung arti keseimbangan dalam mewujudkan hak asasi kemanusiaan dan kewajiban asasi manusia.
g. Tanggung jawab adalah kesanggupan untuk menaggung segala sesuatu sebagai pancaran kesadaran sosial seseorang.
h. Disiplin merupakan ketaatan dengan penuh kesadaran terhadap segala ketentuan yang telah disepakati bersama yang bertujuan untuk mengatur tertib damai hidup bersama.

4. Pertumbuhan kodrati adalah pertumbuhan yang tunduk pada hukum alam yang sudah mengaturnya secara rapih. Anak didik memiliki sifat-sifat kodrati sebagai anugerah Tuhan YME. Setiap anak didik memiliki kemampuan untuk tumbuh, mempunyai sifat-sifat kodrati yang dapat dikembangkan.

5. Uraian ini merupakan kritik terhadap terhadap sistem pendidikan kolonial, yang dasarnya adalah kultur asing, dan upaya mencapai ketertiban digunakan kekerasan, ialah dengan paksaan ancaman hukuman. Cara-cara demikian dipandang sebagai memperkosa kehidupan anak, dan sangat bertentangan dengan gagasan pendidikan merdeka yang telah diuraikan dimuka. Tamannsiswa menolak sistem yang demikian itu.

6. Jika kita menolak suatu sistem, sudah tentu kita harus sanggup memberikan gantinya. Sebagai alternatif lain daripada yang menggunakan paksaan, sudah tentu kita gunakan anti-podenya, ialah dengan memberikan kemerdekaan yang seluas-luasnya, namun harus dapat mencapai ketertiban pula. Oleh karena itu dalam mengikuti perkembangan kodrati dalam pertumbuhan jiwa raga anak didik itu, hendaknya kita lakukan dengan penuh perhatian dan tanggung jawab berlandaskan cinta kasih. Cara demikian itulah yang bermaksud dengan Metode Among, yang menurut pelaksanaannya juga disebuts sebagai sistem Tutwuri Handayani.

7. Kata Among berasal dari kata Jawa ”Mong” – ”Ngemong” yang arti harfiahnya adalah melakukan tugas mengasuh anak. Inang – pengasuh tugasnya mengemong anak dalam pertumbuhan, memenuhi segala hal yang dibutuhkanya dalam perkembangan itu. Pada fase kanak-kanak tentu diutamakan untuk kepentingan pertumbuhan ragawinya. Selanjutnya juga diberikannya tuntutan kepada perkembaangan jiwanya.
Untuk menggambarkan sistem pendidikan seperti yang dicita-citakan Tamansiswa itu, yang gagasan aslinya merupakan cetusan Ki Hadjar Dewantara, maka sistem itu lebih tepat dilambangkan dengan Among. Para petugas pelaksana pendidikan Among itu disebut pamong.

2. ASAS KEDUA
Pendidikan yang diberikan hendaknya dapat menjadikan manusia yang merdeka.


Dalam sistem ini, maka pelajaran berarti mendidik anak akan menjadi manusia yang merdeka batinya, merdeka fikiranya dan merdeka tenaganya.1
Guru hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja, akan tetapi harus juga mendidik si murid mencari sendiri pengetahuan itu dan memaksimalkan guna amal keperluan umum.2
Pengetahuan yang baik dan perlu yaitu yang bermanfaat untuk keperluan lahir dan batin dalam hidup bersama.3

URAIAN :
1. Kalimat ini menegaskan tentang tujuan pendidikan Tamansiswa, ialah untuk mendidik agar anak didik menjadi manusia merdeka, manusia berjiwa merdeka. Maksudnya ialah agar supaya ciptanya merdeka (fikiran), rasanya merdeka (batin) dan kaesanya merdeka (karsa mendorong pernuatan tenaga). Manusia merdeka ini merupakan tujuan pendidika Tamansiswa, dan sekaligus menjadi salah satu ciri pendidikan Tamansiswa, ialah “pendidikan merdeka”.

2. kalimat ini menegaskan fungsi pamong dan asas oto-aktivitas anak didik. Pamong bukan sekadar menyajikan ilmu dan pengetahuan sebagaimana dipedomani oleh kurikulum saja. Hal ini memang cukup penting, namun bukan hanya itu saja. Dengan asas kemerdekaan itu ditimbulkan dan dikembangkan oto-aktivitas anak didik, agar berkembang kreativitasnya, dan dengan cara kreatif anak didik mampu mencari sendiri pengetahuan yang mereka perlukan.
Sesudah jenis ilmu atau pengetahuan tertentu benar-benar dikuasai oleh anak didik, hendaknya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan hidup bersama. Artinya dengan ilmu dan pengetahuan yag dimiliki, anak didik itu dapat hidup, dan kehidupannya bermanfaat bagi masyarakat.

3. kalimat ini menegaskan tentang kriteria mengenai pengetahuan yang baik. Kriteria yang dipakai dikaitkan dengan masalah kegunaan dari pengetahuan itu. Suatu pengetahuan dinilai baik dan perlu jika memenuhi persyaratan kegunaannya bagi kehidupan manusia dalam rangka hidup bersamanya (kemasyarakatan), meliputi kebutuhan hidup lahiriyan dan batiniyah.

3. ASAS KETIGA : Pendidikan hendaknya didasarkan atas keadaan dan budaya Indonesia
Tentang jaman yang akan datang, maka rakyat kita ada didalam kebingungan.1
Sering kali kita tertipu oleh keadaan yang kita ada pandang perlu ada laras untuk hidup kita, Padahal itu adalah keperluan bangsa asing, Yang sukar didapatkan dengan alat penghidupan kita sendiri.2 Demikian kita acap kali merusak kedamaian hidup kita.3 Lagi pula sering juga mementingkan pengajaran yang hanya menuju terlapasnya fikiran pada hal pengajaran itu membawa kita kepada gelombang penghidupan yang tidak merdekadan memisahkan orang – orang yang terpelajar denagn rakyatnya.4
Didalam jaman kehidupan ini seharusnyalah keadaan kita sendiri kiata pakai sebagai petunjuk jalan, untuk mencari penghidupan baru yang selaras dengan kodrat kita dan akan memberikan kedamaian dalam hidup kita, dengan keadaan bangsa asing.5

URAIAN
1. Kalimat ini bukan meramalkan segala jaman yang bakal datang, melaikan menunjukan bahwa pada setiap saat, setiap waktu kapan saja, manusia akan selalu diharapkan pada pilihan – pilihan tertentu. Juga bangsa kita akan selalu di hadapkan kepada berbagai alternative yang harus dipilih. Hendaknya berhati – hati dan telitilah dalam memilih.

2. Jika kita kurang teliti dan kurang waspada namun uraian ini menunjukan bahwa kita akan bisa terkecoh. Kita menganggap bahwa sesuatu itu sangat perlu dan penting kehidupan kita, tetapi ternyata hal itu bahkan menjebak kita menjadi fihak yang kehidupanya kita tergantung kepada fihak asing. Ini merupakan peringatan bagi bangsa kita agar jangan mudah meniru – niru pola kehidupan asing, meskipun diselubungi oleh istilah “ hidup modern “, jika hal ini berada di luar jangkauan hidup kita dan juga tidak selaras dengan budaya hidup kita sendiri.

3. Sebagai akibatnya ialah bahwa kedamaian hidup kita yang dilandasi oleh keselarasan, keseimbangan hidup lahir batin dan keserasian dengan nilai –nilai budaya yang kita junjung tinggi dan dapat merusak karenanya.

4. Kalimat ini memberikan peringatan kepada kita, jangan kita hanya mengutamakan berkembangnya kecerdasan saja, yang mengarah kependewaan akal. Dari aspek kejiwaan anak didik maka yang harus kita kembangkan adalah seluruh jiwa secara utuh, ialah : cipta, rasa, dan karsa. Jadi tidak boleh hanya sefihak saja.

5. Dengan tetap berpegang kepada kepribadian bangsa sendiri, kita mencari pola – pola kehidupan baru yang sesuai dengan perkembangan alam dan jaman tetapi tetap memiliki pegangan yang kuat, ialah kebudayaan bangsa. Dengan demikian maka pola kehidupan yang baru itu akan tetap selaras dengan kepribadian kita, yang memberikan hidup damai bagi seluruh bangsa namun juga menemukan keselarasan dengan nilai budaya asing yang dianut oleh bangsa – bangsa lain.

4. ASAS KEEMPAT :
Pendidikan diberika kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.


Oleh karena pengajaran yang hanya terdapat sebagian kecil dari rakyat kita itu tidak berfaedah untuk bangsa maka haruslah golongan rakyat yang tersebar dapat pengajaran secukupnya.
Kekuatan bangsa dan Negara itu jumlahnya kekuatan orang – orang.
Maka dari itu lebih baik memajukan pengajaran untuk rakyat umum dari pada meninggikan ini seolah – olah mengurangi tersebarnya pengajaran.

URAIAN:
1. Kalimat ini meunjukkan asas demokrasu atau asas kerakyatan yang di anut oleh Tamansiswa. Berbicara tentang pendidikan, maka yang lebih di utamakan adalah bagaimana memberikan pendidikan ke pada rakyat yang terbesar. Jika hanya ada sebagian rakyat kecil saja yang terdidik, maka kaum terpelajar yang sangat terbatas itu kurang faedahnya bagi pembinaan bangsa (nation-building).

2. Bagi suatu bangsa maka letak kekuatannya adalah pada seluruh rakyatnya. Hal ini tidak saja dalam arti kuntitip saja, melainkan juga dalamarti kualitatif. Lebih banyak rakyat terdidik, atau secra kualitatif mempunyaikemampuan untuk menyadari dan melaksanakan tugas nasionalnya untuk mencapai cita-cita nasional bangsanya, maka bangsa itu akan tetap lestaridan mampu mencapai tujuan bangsanya.

3. Kalau di muka di kemukakan tentang asas demokrasi dalam pendidikan, maka di sini adalah penerapan dari asas pemeratan. Lebih baik memperluas kesempatan menerima pendidikan bagi massa rakyat yang banyak (horigontalisasi pendidikan) dari pada meninggikan secara kualitatif untuk bagian kecil rakyat, kalau usaha terakhir ini (vertikalisasi pendidikan) akan menghambat atau merintangi perluasan pendidikan. Maka di sini adalah penetapan dari akses pemerataan. Lebih baik memperluas kesempatan menerima pendidikan bagi masyarakat yang banyak dari pada meninggikan secara kualitatif untuk bagian kecil rakyat, kalau usaha terakhir ini akan menghambat atau merintangi perluasan pendidikan. Membeikan pendidikan dasar kepada seluruh rakyat harus lebih di utamakan dari pada pembentuakan dan pengembangan pendidikan tinggi.

5. ASAS KELIMA :
Untuk mencapai azas kemerdekaan maka kita harus bekerja sesuai kemampuan diri sendiri.


Untuk dapat berusaha menurut asas yang merdeka dan leluasa, maka kita harus bekerja menurut kekuatan sendiri. Walaupun kita tidak menolak bantuan dari orang lain akan tetapi kalau bantuan itu akan mengurangi kemerdekaan kita lahir dan batin haruslah ditolak.
Inilah jalanya orang yang tidak mau terikat / terperintah pada kekuasaan, karena berkehendak mengusahakan kekuatan diri sendiri.

URAIAN :
a. Kalimat ini menunjukan konsekuensi dari orang yang ingin hidup bebas dan merdeka. Kebebasan ini bukanya bebas tanpa batas / merdeka tanpa tanggung jawab, melainkan kemerdekaan manusia sebagai makhluk tuhan yang memiliki keterbatasan kodrati dan sosial. Oleh karena itu agar supaya kemerdekaan itu dapat diwujudkan secara maksimal, maka segala sesuatu harus diperhitungkan berdasarkan kekuatan sendiri.
b. Karena manusia selain individu juga merupakan makhluk sosial sekaligus, maka disamping hak asasi juga lahir pula kewajiban asasi. Dapun kewajiban dari manusia sebagai makhluk sosial adalah bekerja sama satu sama lain, saling menolong dan membantu. Oleh karena itu mendapat bantuan dari pihak lain adalah wajar pula, namun dengan syarat asal bantuan tersebut tidak mengurangi kemerdekaan seseorang baik lahir maupun batin
c. Apa yang diuraikan di muka adalah beberapa syarat / konsekuensi dari siapa saja yang menghendaki untuk dapat mewujudkaan kemerdekaanya semaksimal mungkin. Ini bukanya wujud dari sikap individualistic, melainkan usaha untuk sekecil mungkin menjadi “gawenya” orang lain.

6. ASAS KEENAM :
Oleh karena itu kita harus bersandar pada kekuatan diri sendiri.


Oleh karena kita bersandar pada kekuatan kita sendiri maka haruslah segala belanja dari usaha kita itu dipikul sendiri dengan uang pendapatan biasa.1 inilah yang kita namakan yang menjadi alatnya semua perusahaan ( usaha R.) yang hendak hidup tetap dengan berdiri sendiri. 2

URAIAN :
1. Hubunganya dengan pengelolaan dana, yang pasti diperlakukan bagi setiap usaha, maka syarat untuk dapat tetap kuat dengan mendasarkan kepada kekuatan sendiri, maka segala belanja kita harus didukung oleh pendapatan nyata sesuai dengan kemampuan kita sendiri dengan sikap demikian, maka kita akan selalu menyesuiakan kekuatan. Kemampuan dan keinginan yang akan kita jangkau. Boleh saja diciptakan rencana – rencana besar, namun batasnya adalah juga kemampuan Riil untuk dapat mewujudkanya atas dasar kekuatan sendiri. Jika hal ini disadarkan kepada bantuan / pertolongan pihak lain, pasti rencana itu belum tentu berhasil.

2. Sistem itu yang dinamakan “sistem - opor – bebek”. Jika kita mengoreng daging bebe, karena daging itu sendiri sudah mengandung minyak, maka akan mudah dan cepat matang dengan minyak bebe sendiri. Hal ini mengibaratkan bahwa setiap usaha yang ingin tetap bebas merdeka, hendaknya dalam mengelola dana juga harus berpedoman pada “ sistem opor - men - bebe “.
Cara demikian itu tidak saja hanya berlaku bagi suatu organisasi / kelompok, tetapi bagi kehidupan keluarga atau pribadi, sistem tersebut dapat juaga digunakan.
Sistem itu sudah tentu bekaitan dengan sendi hidup sederhana dan juga hemat. Jika ingin dilengkapi, karena hal itu juga masih ada kaitanya system pengelolaan dana. Ialah kesukaan menabung.

7. ASAS KETUJUH :
Pendidikan hendaklah mendidik anak dengan sepenuh hati, tulus , ikhlas dan tanpa mengharapkan imbalan.



Dengan tidak terikat lahir / batin, serta dengan suci hati, berniatlah kita berdekatan dengan sang anak. Kita tidak meminta sesuatu hak, akan tetapi menyerahkan diri akan berhamba kepada sang anak.
URAIAN :
1. Disini dikemukakan “ sumpah jabatan “ seorang pamong dan sekaligus ditunjukan kemuliaan profesi guru. Pengabdian melalui dunia pendidikan hendaknya merupakan pilihan secara suka rela dengan dilandasi oleh “ sepi ing pamrih “ dan rasa penuh tanggung jawab.
Pendekatan kepada sang anak didasari oleh cinta kasih dan kasih sayang. Bukanya karena tujuan lain, melainkan karena panggilan tugas yang secara naluriah dirasakan sebagai kewajiban manusiawi.
Anak didik dituliskan sebagai sang anak, dimaksud untuk menunjukan kedudukanya sebagai makhluk TME, sehinga pendekatan kepadanya juga merupakan pendekatan kepadanya.

2. Pamong melaksanakan tugasnya bukan karena kewenangan dan kekuasaanya, melainkan didorong oleh kecenderungan hatinya untuk menyerahkan diri kepada tugas pangilanya itu. Niat beramba kepada sang anak hakekatnya juga merupakan penyerahan diri pada – nya sehingga pamong yang melaksanakan tugas mendidiknya dilandasi oleh – nilai tersebut akan merasakan sehinga ibadah kepadanya.


Kata Among berasal dari kata Jawa ”Mong” – ”Ngemong” yang arti harfiahnya adalah melakukan tugas mengasuh anak. Inang – pengasuh tugasnya mengemong anak dalam pertumbuhan, memenuhi segala hal yang dibutuhkanya dalam perkembangan itu. Pada fase kanak-kanak tentu diutamakan untuk kepentingan pertumbuhan ragawinya. Selanjutnya juga diberikannya tuntutan kepada perkembaangan jiwanya.

Untuk menggambarkan sistem pendidikan seperti yang dicita-citakan Tamansiswa itu, yang gagasan aslinya merupakan cetusan Ki Hadjar Dewantara, maka sistem itu lebih tepat dilambangkan dengan Among. AMONG mempunyai pengertian menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang. Pelaksana “among” (momong) disebut PAMONG, yang mempunyai kepandaian dan pengalaman lebih dari yang diamong.
Sistem among mengharamkan hukuman disiplin dengan paksaan/kekerasan karena itu akan menghilangkan jiwa merdeka anak.

Ki Hadjar Dewantara menetapkan 7 azas Tamansiswa 1922 yang pada butir pertama berbunyi “Sang anak harus tumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei) itulah perlu sekali untuk segala kemajuan (evolutie) dan harus dimerdekakan seluas-luasnya. Pendidikan yang beralaskan paksaan-hukuman-ketertiban (regering-tucht en orde) kita anggap memperkosa hidup kebatinan sang anak. Yang kita pakai sebagai alat pendidikan yaitu pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya sendiri. Itulah yang kita namakan Among Methode.

Historis kehadiran Sistem Among hanya terkait dalam pelaksanaan pendidikan. Dalam dunia pendidikan ini, Sistem Among merupakan suatu sistem yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan dua dasar, yaitu :
a. Kodrat alam
b. Kemerdekaan.

Tetapi jika ditelaah lebih jauh, maka hakekat Sistem Among bukan saja tepat untuk penyelenggaraan pendidikan, melainkan merupakan sustu sistem sosial yang dapat terjadi dimana saja, asal terjadi hubungan antar manusia.

Dalam hubungannya anatara manusia dengan manusia, maka penerapan Sistem Among mengharuskan penempatan manusia sebagai subyek dan obyek antar sesamanya. Artinya seseorang menjadi subyek dan obyek sekalian terhadap manusia lainnya. Dalam hubungan ini diwajibkan untuk saling memanusiakan manusia, menjunjung tinggi martabat kemanusiaan, saling harga-menghargai, saling hormat-menghormati sesamanya.

Dengan menempatkan alam sebagai wawasan hubungan, maka hubungan manusia dengan alam berdasarkan Sistem Among, mewajibkan manusia untuk melakukan penyesuaian dan mengusahakan kelestarian lingkungan hidupnya. Dalam kedudukan dan hubungan yang demikian inilah maka seluruh potensi alam akan berguna dan dapat dimanfaatkan oleh dan untuk manusia.

Dalam hubungannya dengan Tuhan, maka manusia sadar akan kedudukannya sebagai hamba dan makhlukNya, dan karenanyalahirlah sifat menyembah dan pengabdian.

Jika hubungan antara manusia dengan manusia diartikan juga hubungan antara manusia dengan masyarakat, maka situasinya akan sangat ditentukan oleh bagaimana kedudukan manusia itu terhadap masyarakat; maka akan lahirlah berbagai sistem sosial tertentu.

Menempatkan manusia sebagai subyek, dimana manusia akan secara leluasa menggunakan hak asasinya, maka akan terciptalah sistem liberalisme. Kalau manusia berkedudukan sebagai obyek, sedang masyarakatlah yang dominan, maka kreativitas manusia sebagai warganya terkekang, maka lahirlah sistem otoriter. Sistem Among yang menolak kedua-duanya dan menempatkan manusia sebagai subyek dan obyek sekaligus, maka akan lahirlah suatu sistem yang demokratis, karena mengutamakan keseimbangan antara perwujudan hak asasi dan kewajiban hak asasi. Demikanlah kiranya wijud demokrasi kekeluargaan atau demokrasi yang mengakui kebijaksanaan kepemimpinan.

Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki dua naluri pokok :
a. Untuk mempertahankan jenis, dan
b. Untuk mengembangkan jenis.

Mempertahankan jenis maksudnya ialah memmpertahankan eksistensi atau menjaga kelangsungan hidup manusia dan juga termasuk usahanya untuk mendapatkan kesejahteraan hidup.
Sedangkan mengembangkan jenis maksudya untuk mengembangkan manusia itu secara kuantitatif.

Aspek mempertahankan jenis adalah aspek individual, karena manusia secara pribadi harus dapat tetap hidup dengan memenuhi segala keperluan hidupnya. Untuk itu manusia membentuk keluarga dan selanjutnya terjadilah proses pengembangan jenis manusia.
Dari hal di muka dapat diketahui beberapa hal yang sifatnya kodrati pada kehidupan manusia ialah :
a. Mengusahakan kelangsungan hidupnya
b. Mengusahakan kesejahteraan hidup
c. Keharusan saling bekerjasama dan
d. Keharusan saling membantu.

Kenyataan tersebut menempatkan manusia masing-masing sebagai pribadi, dalam posisi untuk saling ketergantungan dengan sesamanya. Jelaslah bahwa manusia hakekatnya merupakan makhluk sosial secara sekaligus, dalam kedudukanya yang demikian itu, maka manusia melakukan hubungan yang relatif yang sifatnya horizontal dan vertikal.
Hubungan itu meliputi :
a. Manusia dengan alam ( penyesuaian – kelestarian )
b. Manusia dengan manusia ( sosial - kemasyarakatan )
c. manusia dengan tuhan YME (menyembah – pelindung )

Dari proses hubungan manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya terjadilah kebudayaan, dalam usaha manusia untuk meyelesaikan segala ciptaan Tuhan, yang rupanya olehnya sengaja di ciptakan dalam keadaan “belum selesai”. Baik alam maupun manusia keduanya “belum sempurna” sehingga di perlukan proses penyempurnaan oleh manusia. Oleh karena itu kehidupan ini selalu berada dalam evolusi yang terus - menerus. Proses inilah yang kemudiaan melahirkan kebudayaan, dan manusia mempunyai kedudukan sentral. Manusia adalah pelaku, pencipta dan pengarah serta pemamfaat kebudayaan itu sendiri.

Dengan uraian ini maka jelaslah arti definisi Ki Hajar Dewantara, bahwa kebudayaan adalah buah budi manusia dalam mengatasi alam dan jaman. Memang kebudayaan hakekatnya merupakan upaya manusia dalam usaha untuk mempertahankan hidup, mengembangkan jenisnya (generasinya) dan meningkatkan taraf kesejahteraan hidupnya, dalam keterbatasan jasmani serta sumber alam yang mengelilinginya.
Dalam peoses hubungan antar manusia itu diketemukan sumbernya yang merupakan sifat kodrati manusia, ialah : Kemerdekaan, kemanusiaan dan kebangsaan sebagai karunia Tuhan YME.

Dalam hubungannya dengan Tuhan YME dilahirkan sifat pengabdian dan asas kodrat alam yang merupakan menifestasi dari kekuasaanNya.

Memahami untuk dapat menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran ketamansiswaan, pada pokoknya dapat di awali dengan memahami terlebih dahulu sejarah dan asas - asasnya. Pada umumnya bagi setiap murid Tamansiswa di manapun mereka berguru, Ketamansiswaan biasanya terjalin dalam segenap mata pelajaran yang di terimanya, disertai teladan hidup dari para pamongnya.

Kehidupan di lingkunganya perguruan merupakan perwujudan dari pola hidup Ketamansiswaan sesuai dengan apa yang di cita - citakan. Perguruan mencerminkan suasana dan merupakan lingkungan hidup yang bernafaskan asas -asas dan Ajaran-ajaran Ketamansiswanya. Dengan cara demikian para siswa belajar mengenal, memahami dan menghayati ajaran ketamansiswaan, yang selanjutnya akan menjadi pedoman tingkah lakunya dalam pengabdiannya kepada masayarakat, sesamanya dan Tuhan Yang Maha Esa.

Reaksi Terhadap Kolonialisme
Tamansiswa lahir pada jaman penjajahan Hindia Belanda. Peguruan Tamansiswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 juli 1922 di Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 mei 1889, dengan nama kecil Suwardi Suryanigrat. Peguruan ini didirikan dalam bentuk yayasan. Latar belakang pendirian adalah bahwa sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda sesungguhnya tidaklah diperuntuhkan bagi kepentingan rakyat Indonesia melainkan untuk kepentingan politik kolonial Belanda, meskipun Mr. C. Th. Van Den Venter mengatakan untuk penebusan dosa kepada rakyat Indonesia. (majlis luhur taman siswa 1979)
Oleh karenanya adalah wajar, bahwa suasana dan kondisi kolonial turut mewarnai kelahiran tersebut dalam bentuk positif terhadapnya.

Pemerintahan kolonial dengan sistem politik kolonialnya tidak memperhatikan kepentingan rakyat dalam segala bidang kehidupannya. Kepetingan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan , termasuk pula pendidikannya, tidak mendapat perhatian sebagaimana mestinya.

Hak asasi manusia tidak dihiraukan, kehidupan politik di kekang. Dalam bidang ekonomi terjadi proses kemiskinan dan usaha untuk menjadikan rakyat Indonesia tergantung fihak lain dan tidak mampu berdikari. Perkembangan kebudayaan barat, untuk lambat laun meghilangakan kebudayaan bangsa Indonesia. Melalui pendidikan kolonialnya sengaja diterlantarkan agar supaya rakyat tetap tinggal bodoh, nasionalisme tidak dikembangkan dan justru dilaksanakan “devide et impera”.
Dalam kondisi kemasyarakatan yang demikian itulah Tamansiswa dilahirkan. Menantang untuk dilawan dan ditiadakan. Hal – hal yang tidak sesuai dan bahkan yang bertentangan dengan aspirasi bangsa Indonesia perlu diganti.

Hal – hal yang tidak dikehendaki karena bertentangan dengan aspirasi bangsa Indonesia dan hal – hal yang harus dapat mengantikannya telah melahirkan dan menjiwai asas – asas dan tujuan perjuangan Tamansiswa. Inilah yang dimaksud dengan pernyataan bahwa kondisi itu turut mewarnai kelahiran Tamansiswa.

Adapun Azas Tamansiswa (1922)
1) Setiap orang berhak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertib persatuan dalam kehidupan umum.
2) Pendidikan yang diberikan hendaknya dapat menjadikan manusia yang merdeka.
3) Pendidikan hendaknya didasarkan atas keadaan dan budaya Indonesia.
4) Pendidikan diberika kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.
5) Untuk mencapai azas kemerdekaan maka kita harus bekerja sesuai kemampuan diri sendiri.
6) Oleh karena itu kita harus bersandar pada kekuatan diri sendiri.
7) Pendidikan hendaklah mendidik anak dengan sepenuh hati, tulus , ikhlas dan tanpa mengharapkan imbalan.

Pagi ini mentari mulai menampakkan diri
Udara yang dingin
Kini mulai terasa hangat
Seiring dengan kemunculannya

Aku pun duduk di atas kursi
Menikmati secangkir teh manis
Dan sepiring pisang goreng
Yang disuguhkan seorang sahabat

Sementara diluar sana
Ku lihat warga desa sudah sibuk
Hilir mudik dengan berbagai aktifitasnya
Di sawah samping rumah
Kulihat petani sedang mencangkul
Ada juga yang mengambil air untuk sirami tanamannya
Sementara anak-anak bermain dengan riangnya

Di jalan depan rumah
Ku lihat kerumunan warga
Menghampiri pemuda dengan tas rangselnya
Yang hendak pergi ke kota
Untuk mengadu nasib di sana
Mereka pun saling sapa
Memberikan doa pada sesama

Inilah kehidupan desa yang begitu bersahaja dan sederhana
Ulet bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga

Dipagi yang sunyi
Aku terbangun oleh dinginya udara
Yang menusuk hingga ketulang
Ku hirup dan kurasakan kesegaran
Udara pagi pegunungan yang bersih
Tak terjamah polusi

Ku lihat di balik jendela
Menjulang tinggi dengan gagah perkasa
Mengeluarkan sedikit asap pada puncaknya
Seolah berkata “akulah sang penguasa”

Gunung merapi
Warga sekitar menyebutnya
Masih segar dalam ingatan kita
Tat kala merapi mengeluarkan amarahnya
Memuntahkan lava pijar
Dan menyemburkan abu, pasir, kerikil
Hingga baongkahan-bongkahan batu raksasa

Warga pun panik dibuatnya
Mengungsi menjauhinya
Karena takut menjadi sasaran kemarahannya
Berminggu-minggu
Bahkan berbulan-bulan
Warga menjauhinya

Tiga bulan kini berlalu
Dn kini kita lihat
Keelokan merapi yang menjulang tinggi
Kelangit dengan gagahnya
Pohon-pohon dan rerumputan
Kini mulai hijau kembali
Dan udara di sekitar pun kini terasa lebih segar

Dibalik gunung
Kulihat mentari
Yang dengan malu-malu menampakka dirinya
Dengan warnanya yang elok
Menambah indah suasana

Gunung merapi
Tuhan sengaja menciptakannya
Dengan segala lingkah-lakunya
Sebagai tanda Kebesaran-Nya
Agar kita selalu ingat Kepada-Nya

Berawal dari kerja keras petani
Merendam benih
Kemudian menebarnya di sawah
Setelah tumbuh menjadi benih
Dicabuti untuk kemudian ditanam
Di petak-petak sawah yang telah diolah

Diairi, dipupuk dan disiangi
Hingga tumbuh subur dan menghasilkan padi
Para petani pun tersenyum lebar
Dalam sorak-sorai dalam kegembiraan

Panen yang diharap akhirnya datang
Gotong-royong memanen padi pun segera dilakukan
Hingga padi disawah kini menjelma
Menjadi gabah-gabah yang siap dikeringkan

Panas terik yang saat panen begitu di benci petani
Kini menjadi sesuatu yang sangat dinanti
Agar padi segera bisa mengering
Digiling dan pada akhirnya bisa dinikmati

Begitulah perjalanan sebutir padi
Begitu panjang dan melelahkan
Hingga akhirnya dapat kita nikmati
Dan wajib kita syukuri

Memang selalu asyik bila kita ketemu kawan lama seperjuangan, dan semalam saya baru bertemu dan berbincang-bincang dengan kawan-kawan saya yang hebat, selalu ada hal-hal baru ketika bertemu dan berdiskusi dengan mereka, diskusinya yang ringan dan penuh canda tawa namun penuh makna dan inspirasi, itulah yang selalu saya rasakan saat bersama meraka. Teringat waktu dulu disaat kami bersama-sama dengan penuh semangat merumuskan draf AD/ART organisasi yang telah kita bangun. Dari kampus ke kampus kita merumuskan dasar organisasi yang kita cita-citakan bersama, cita-cita yang begitu mulia demi pendidikan dinegeri ini.

Ya, akhirnya FBEMP Yogyakarta berhasil kita dirikan dan sekarang sudah genap berusia satu tahun. Organisasi yang didirikan atas dasar keprihatinan bersama melihat banyaknya permasalahan pendidikan di negeri ini dan semangat yang membara dari kawan-kawan untuk ikut ambil bagian dalam memajukan pendidikan di Indonesia tercinta ini.

Kembali ke kawan-kawan saya tadi, entah kenapa setiap kali saya bertemu dan berdiskusi dengan mereka pasti ada hal baru yang saya dapat dan itulah yang membuat selalu saya kangen dan betah berlama-lama nongkrong dengan mereka.

Seperti kata-kata bung gerard -kawan dari USD- disela-sela cerita pengalamannya, beliau mengatakan bahwa “Apapun yang kita perbuat, pastikan itu total dari keputusan kita”. Dari sini saya mendapat insprirasi baru, memang benar ketika kita berbuat sesuatu maka kita harus bisa mempertanggungjawabkanya, oleh karena itu hendaklah apa yang kita perbuat merupakan keputusan kita sendiri, bukan karena pengaruh, hasutan atau kehendak orang lain, karena kitalah yang akan mempertanggungjawabkan atas apa yang telah kita perbuat.

Sebagai contoh, ketika kita tidak masuk kuliah. Kita harus bisa membuat argumentasi kenapa kita tidak masuk kuliah, misalnya kita tidak masuk kuliah karena mengikuti seminar atau diklat kepemimpinan mahasiswa. Disini kita harus bisa mempertahankan kenapa kita rela meninggalkan kuliah demi seminar atau mengikuti diklat, misalnya kita memilih tindakan tersebut karena kita ingin aktif dan belajar berorganisasi, jadi kita memang harus punya bekal sebelum benar-benar terjun dalam dunia organisasi karena kita menilai bahwa materi-materi untuk kepemimpinan dan berorganisasi tidak ada dalam mata kuliah yang ada di kelas saat mengikuti kuliah. Intinya seperti pendapat kawan saya tadi bahwa “Apapun yang kita perbuat, pastikan itu total dari keputusan kita dan kita harus mampu mempertanggungjawabkannya”. OK Kawan???

Sosok wanita ini sungguh menginspirasi saya, makanya sebagai bukti kekaguman saya kepada sosok wanita ini saya menulis kisahnya di blog saya. “simbok” begitu saya biasa menyapanya, dalam adat jawa kata simbok biasa dipakai saat menyapa ibu kita atau panggilan bagi pambantu yang sudah agak sepuh bagi orang-orang gedongan, tapi simbok yang ini berbeda dari yang saya sebutkan tadi.
Yapz, sosok yang sudah lanjut usia ini tak lain dan tak bukan adalah nenek saya. Saya terbiasa memanggilnya simbok, mungkin karena waktu kecil saya pernah ikut dan tinggal ditempat beliau sehingga saya terbiasa memanggil simbok seperti bu lek saya yang memanggil nenek saya.
Umur simbok saya sekitar 70 tahun, manun kesabaran menjalani kehidupan dan semangat kerjanya tah pernah surut sedikitpun. Diusianya yang sudah senja, beliau masih giat bekerja disawah bercocok tanam padi atau jagung, beliau juga memelihara tiga ekor sapi dan oleh karena itu setiap hari kakek dan nenek saya harus pergi ke sawah mencari rumput untuk pakan sapi-sapinya.
Yang paling saya salut dari simbok saya adalah kesabarannya menghadapai kakek saya yang keras kepala dan temperamental. Beliau selalu mengalah untuk menghindari konflik yang lebih besar, memng kelihatanya tidak adil dan tidak demokratis namun itulah sikap yang diambil simbok untuk menghindari konflik dan menjaga keutuhan rumah tangganya. Ibarat pepatah “mengalah untuk menang” dan itulah yang di lakukan oleh simbok. Kesabaran simbok pun diamini oleh anak-anaknya yang menyatakan bahwa simbok adalah sosok wanita yang paling sabar yang pernah mereka lihat. Selain itu dimata cucu-cucunya simbok adalah sosok nenek yang paling pengertian dan penyayang, itulah sebabnya kenapa cucu-cucunya lebih dekat dengan sang nenek dari pada dengan kakeknya
Selain sabar dan penyayang , nenek saya juga pekerja keras dan pelayan suapi yang paling cekatan, setiap pagi buta beliau selalu bangun awal dan merebus air untuk menyeduh teh kesukaan kakek saya, setelah itu tiap pagi nenek saya dibantu kakek juga memerah sapi-sapinya setelah itu nenek saya menyetorkan susunya ke pengepul agen koperasi susu. Bukan cuma itu, nenek saya saya juga selalu merebus air untuk mandi kakek saya karena memang kakek saya salalu mandi air hanyat dan tidak terbiasa mandi air dingin.
Itulah secuil cerita tentang simbok yang saya anggap sebagai sosok wanita tangguh. Pekerja keras, pengertian terhadap suami, sabar mengahadapi suami yang keras kepala dan penyayang terhadap cucu-cucunya.


Beberapa hari ini waktu saya banyak tersita oleh kelinci persia yang sangat lucu, awal kisah saya bertemu dengan kelinci persia ini saat saya jalan-jalan ke PASTY (Pasar Satwa dan Tanaman hias Yogyakarta) yang terletak di jalan Bantul. Memang dari kecil saya suka sekali dengan hewan, terutama hewan yang kecil dan lucu seperti kelinci, kucing dll.
Ketika saya diajak oleh salah satu sahabat jalan-jalan ke PASTY, saya meresa begitu senang, karena disana terdapat banyak sekali hewan-hewan lucu. Dari sekian banyak hewan yang ada, kucing dan kelincilah yang begitu menyita perhatian saya. Selain karena warna bulu yang indah, tingkah laku lucu mereka mampu menggerakan alam bawah sadar saya untuk segera memilikinya dan singkat cerita sayapun membelinya.
Hari-hari saya kini disibukkan dengan kelinci lucu yang baru saya beli, hingga meninggalkan kisah yang tak terlupakan melihat tingkah lucu kelinci saya. Namun sayang, kisah indah ini harus berakhir tragis. Awal kisah saat kelinci saya tiba-tiba sakit terkena diare, mungkin karena salah makan atau kedinginan. Dan akhirnya kelinci kesayangan saya meninggal dunia dan meninggalkan saya untuk selama-lamanya, saya pun bersedih dan merasa sangat berdosa karena tidak bisa merewatnya dengan baik. Kini hari-hari saya pun kembali seperti dulu, tak ditemani kelinci-kelinci persiaku yang lucu lagi.
Tapi beberapa hari kemidian kesedihan ini sedikit terobati karena saya sudah punya pengganti, sepasang kelinci rex yang sangat lucu. Kelinci yang saya beli ketika saya diajak kawan untuk menemani dia mencari burung di PASTY, tanpa sengaja saya melihat sepasang kelinci rex yang sangat lucu dan akhrinya saya pun membelinya.
Kini kelinci tersebut saya bawa ke rumah nenek saya di turi,sengaja kelinci ini saya tempatkan disana agar ada yang merawatnya, kebetulan kakek-nenek saya juga suka dengan kelinci. Hingga mereka juga ikut sibuk mempersiapkan kandang kelinci, intinya gotong-royong membuat kandang kelinci. Saya merasa sangat senang melihat dukungan kakek-nenek terhadap saya, sudah lama saya ingin memelihara kelinci dan kini keinginan saya terwujud sudah. Musah-mudahan kelinci saya segera beranak-pinak dan menghasilkan kelinci-kelinci anakan yang lucu dan sehat. Amin
Kapan-kapan kawan-kawan boleh berkunjung ketempat saya di turi dan melihat kelinci-kelinci saya yang lucu-lucu dan menggemaskan..hehehehe

Hampir disemua kampus saat ini memberlakukan 75 % kehadiran bagi mahasiswa disetiap semester sebagai salah satu syarat mengikuti UTS (Ujian Tengah Semester) maupun UAS (Ujian Akhir Semester). Sepintas peraturan ini terlihat baik dan efektif untuk mengurangi angka ketidak hadiran mahasiswa pada tiap jam mata kuliah dan dapat mengurangi rasa malas serta dapat meningkatkan motivasi belajar. Dengan memberlakukan batas kehadiran minimum 75 % diharapkan akan meningkatkan prestasi belajar mahasiswa.

Benarkah kehadiran 75 % bisa efektif meningkatkan prestasi belajar mahasiswa? Sepertinya perlu dikaji lebih dalam mengenai hal itu. Peraturan 75 % kehadiran yang dibuat oleh pihak kampus ini menurut saya memiliki beberapa kekurangan atau kelemahan.

Sebelum membahas lebih jauh marilah kita coba kembali dulu ke esensi peraturan, peraturan identik dengan hukum yang pada dasarnya adalah sesuatu yang telah disepakati bersama dan untuk dilaksanakan bersama agar tercipta tatanan hidup tertib, aman, adil, dan sejahtera. Jadi jelas bahwa di dalam peraturan harus terdapat menciptakan hidup tertib, memberikan rasa aman, berlaku adil serta dapat memberikan kesejahteraan pihak-pihak yang dikenai peraturan.

Nah sekarang dapat kita kaji bersama apakah kehadiran 75% bisa efektif untuk menciptakan hidup terbib bagi mahasiswa??? Kalau memang sudah, maka pertanyaanya adalah tertib yang seperti apa??? Ternyata setelah peraturan kahadiran 75% diberlakuan, masih saja banyak mahasiswa yang membolos kuliah atau hanya TA (Titip Absen) kepada temen sekelasnya. Hal ini justru menciptakan kejahatan atau kebohongan-kebohongan mahasiswa dengan cara titip absen tadi. Seharusnya yang dilakukan pihak kampus untuk bisa mengurangi angka ketidak hadiran mahasiswa adalah dengan cara penyadaran-penyadaran terhadap mahasiswa bahwa kuliah atau belajar itu amat penting untuk masa depan mereka bukan dengan cara pemerkosaan kehadiran 75%.

Disini jelas bahwa dengan diberlakukannya batas kehadiran 75% telah terjadi pemerkosaan terhadap kemerdekaan mahasiswa dan telah menghilangkan esensi dari pendidikan itu sendiri, pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah pendidikan yang memerdekakan jiwa sang anak, dalam hal ini biarlah sang anak berkreasi sesuai bakatnya asal tidak membahayakan sang anak. Merdeka bukan berarti bebas -sebebas-bebasnya- tapi dalam konteks ini mahasiswa haruslah diberi kebebasan untuk mengatur dan menentukan dirinya sendiri karena mahasiswa sudah dianggap dewasa, oleh sebab itu selayaknya diberi kepercayaan untuk mengatur dirinya sendiri dalam menentukan masa depannya. Disini juga terlihat kepentingan agar mahasiswa kembali lagi ke kampus masing-masing, mahasiswa digiring untuk kembali ke “kandangnya” dan dilarang untuk kritis melihat kondisi bangsanya. Dengan kata lain mahasiswa sengaja dijauhkan dari kehidupan rakyatnya.

Pertanyaan yang kedua, apakah mahasiswa merasa aman dan nyaman dengan diberlakukannya 75% kehadiran tersebut??? Hampir pasti 99,9 dari 100 jumlah mahasiswa akan menjawab T.I.D.A.A.A.AK.!.!.! Kenapa bisa terjadi demikian, karena peraturan tersebut bisa mengganggu atau menghambat mahasiswa yang ingin belajar sesuatu yang lain diluar bangku kuliah yang justru tak didapat di dalam kelas (misal : berorganisasi di BEM, pelatihan Jurnalistik, mengikiti seminar dll.). Sudah jelas dengan peraturan tersebut mahasiswa akan merasa tidak aman atau tidak nyaman bila ingin mencari ilmu dan pengalaman yang lain karena takut bila tidak dapat mengikuti Ujian.

Pertanyaan ketiga adalah, benarkah dalam penerapan peraturan kehadiran 75% sudah berlaku adil atau menciptakan keadilan? Tentu jawabannya relatif beragam tergantung siapa yang dikenai pertanyaan, tapi paling tidak saya mempunyai jawaban tersendiri soal itu dan jawaban saya lagi-lagi adalah T.I.D.A.K A.D.I.L. Mengapa saya mengatakan tidak adil? Yang pertama karena peraturan tersebut dibuat dengan sepihak tanpa adanya keterlibatan mahasiswa untuk merumuskan peraturan itu. Kita tahu bahwa sumber pemasukan terbesar sebuah Universitas adalah mahasiswa, mahasiswalah yang membayar. Dan dengan uang tersebut pihak kampus bisa menggaji dosen, karyawan, membangun gedung baru serta bisa menutupi biaya operasional tapi kenapa mahasiswa tidak dilibatkan dalam pembuatan peraturan-peratuan atau menentukan kebijakan??? Saya yakin, tanpa adanya mahasiswa maka kampus tidak akan bisa menyelenggarakan proses pendidikan. Yang kedua bahwa ternyata peraturan wajib hadir 75% hanya berlaku tajam bagi mahasiswa saja, mahasiswa yang tidak memenuhi batah minimum kehadiran diancam kengan nilai atau tidak bisa mengikuti ujian sedangkan bagi dosen yang membolos tidak dikenakan sanksi apapun. Para dosen masih tetap bisa menikmati Gaji Buta mereka meskipun mereka tidak mengajar atau membolos. Tentunya ini merupakan bentuk-bentuk ketidak adilan yang nyata dapat kita lihat bukan???

Pertanyaan terakhir adalah apakah peraturan 75% kehadiran dapat mensejahterakan pihak-pihak yang dikenai peraturan? Untuk yang satu ini jawabannya saya serahkan kepada sidang bembaca yang budiman, karena saya menganggap kawan-kawan sudah dewasa dan dapat menilai atau memberikan jawaban yang jauh lebih obyektif dibandingkan jawaban-jawaban saya tadi..heee

Hanya saja saya memberikan kesimpulan bahwa “prestasi tak selamanya ditentukan oleh presensi dan presensi bukanlah satu-satunya penentu kesuksesan kita”. Yang ngaku mahasiswa atau aktifis pergerakan ayo tunjukan aksimu!!!

Sunyi, sepi
Tak ada reaksi
Yang ada dikampus kami
Melihat keadaan bangsa ini
Dengan segala yang terjadi

Gelar kampus kebangsaan
Begitu kontras dengan keadaan yang ada dikampus
Yang disesaki oleh mahasiswa yang tak lagi peduli
Akan nasib bangsa ini
Dan selalu mementingkan diri sendiri

Gelar kampus kebangsaan
Hanya menjadi slogan tanpa arti
Menjadi slogan yang selalu dibanggakan
Tanpa pernah diaplikasikan

Gelar kampus kebangsaan
Terasa begitu hambar
Tanpa adanya pergerakan
Heranku dalam hati
Kenapa semua ini bisa terjadi

Di kampusku
Yang bergelar kampus kebangsaan
Tak kental lagi rasa nasionalisme
Tak ada lagi pergerakan
Tak ada lagi aksi
Kecuali hari pendidikan nasional
Sebagai formalitas dan rutinitas tahunan

Kampus kebangsaanku
Aku masih berharap banyak kepadamu
Untuk terus berjuang
Memerdekakan bangsa ini

Yogyakarta, 28 September 2010

Kampus begitu identik dengan mahasiswa dan juga tempat atau pusat pencarian ilmu ditingkat yang paling tinggi, dengan kata lain kampus bisa dikatakan sebagai tempat berkumpulnya intelektual-intelektual untuk mencari dan mengembangkan berbagai bidang ilmu. Waktu saya masih kecil dan ketika saya mendengar kata mahasiswa, yang terlintas dalam pikiran saya adalah orang yang menyandang “gelar” mahasiswa adalah orang yang sangat cerdas, orang yang seba tahu tentang berbagai bidang ilmu. Dalam benak saya waktu itu, yang namanya “Maha” itu pasti mempunyai suatu kelebihan dibandingkan dengan yang lain.

Seiring berjalannya waktu dan ketika saya menduduki bangku kuliah (numpang duduk coy..hehehe), ternyata apa yang saya pikirkan ketika itu tidak seperti kenyataanya ketika saya mengalami sendiri. Ternyata sebagian besar mahasiswa tidak benar-benar ‘maha’ tahu dengan berbagai ilmu yang ada atau yang dipelajarinya.
Ketika saya amati, ternyata sekarang ini kampus hanya bisa menciptakan intelektual kuli bukan lagi menciptakan intelektual progresif. Lho kok bisa??? Ayo coy kita diskusikan bareng-bareng…

Kenapa bisa dianggap pencipta intelektual kuli dan bukan intelektual progresif ???

Yang pertama; kalau kita lihat, sekarang ini orientasi yang berkembang di masyarakat, dan juga mahasiswa adalah bagaimana kita kuliah bisa cepat lulus dengan nilai yang baik dan setelah itu kita bisa mencari kerja (menjadi kuli) dengan ijasah itu. Melamar kerja di berbagai instansi adalah orientasi yang kini tertanam kuat didalam otak mahasiswa, tak ada lagi terbesit keinginan untuk bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri atau menciptakan lapangan kerja untuk orang lain. Khusus di FKIP dimana mahasiswa dipersiapkan menjadi calon-calon guru ternyata keadaannya pun demikian, orientasi mereka hanyalah bagaimana bisa menjadi guru dan diangkat sebagai pegawai negeri. Tak ada salahnya memang menjadi guru (buruh berpakaian rapi), tapi yang harus diingat bahwa, ketika kita menjadi guru bukan berarti kita kehilangan daya kritis kita terhadap permasalahan yang ada khususnya dunia pendidikan.

Yang kedua; kenapa saya mengatakan kampus saat ini hanya bisa menciptakan intelektual kuli? Alasanya adalah bahwa mahasiswa saat ini selalu dipaksa layaknya budak untuk bisa menelan mentah-mentah materi yang diajarkan oleh dosen, tak ada kesempatan diluar kelas untuk bisa mengembangkan materi-materi yang ada atau tak ada waktu untuk sekedar berdiskusi panjang lebar antara dosen dan mahasiswa tentang materi yang dipelajari. Penerapan kehadiran 75% juga menghambat pembelajaran mahasiswa untuk bisa belajar hal-hal lain yang diminatinya diluar matakuliah. Ketika mahasiswa pintar, yang dikuasai hanyalah materi-materi yang diajarkan didalam kelas dan telah ditentukan oleh pihak kampus, tanpa adanya pengembangan diluar.

Mahasiswa berbeda dengan siswa, dimana mahasiswa dianggap lebih mempunyai banyak pengetahuan dibanding siswa (analisa dilihat dari namanya coy). Oke lah kalau yang namanya siswa kita anggap emosinya masih labil makanya siswa lebih banyak diatur-atur oleh guru atau pihak sekolah dengan peraturan-peraturan yang begitu ketat agar tidak membahayakan diri sang anak. Walau saya pribadi juga melihatnya peraturan yang begitu ketat dan kaku sebagai bentuk pengekangan siswa untuk berekspresi atau dengan kata lain tidak memerdekakan jiwa sang anak.

Tapi bagaimana dengan mahasiswa? Menurut saya bolehlah didalam kampus ada peraturan-peraturan yang diciptakan untuk ketertiban bersama, tapi perlu diingat bahwa ketika kita masuk dunia kampus dan menjadi mahasiswa maka kita bisa dikatakan telah dewasa, hal ini bisa ditinjau dari rata-rata umur mahasiswa ketika memasuki jenjang perguruan tinggi. Ketika kita telah dianggap dewasa semestinya kita juga sudah dapat menguasai emosi atau dalam hal ini emosi sudah bisa dikatakan stabil dan kita juga sudah pandai minilai dan memilah mana yang baik dan mana yang buruk buat diri mahasiswa. Termasuk bisa menilai prioritas langkah dan apa yang harus kita perbuat untuk bisa menambah ilmu yang sesuai dengan minat kita dan yang kita butuhkan kelak. 75% kehadiran menurut saya merupakan salah satu faktor penghambat bagi mahasiswa untuk bisa mencari ilmu-ilmu lain diluar kelas yang bisa bermanfaat untuk diri mahasiswa ketika terjun di masyarakat kelak, disisi lain hal ini akan menjauhkan mahasiswa dari pergaulan di masyarakat dan membutakan mahasiswa atas apa yang terjadi disekelilingnya. 75% kehadiran juga menghambat mahasiswa untuk bisa berpolitik, berserikat dan berkumpul. Apa iya mahasiswa mau terus-terusan diatur-atur layaknya anak kecil???

Seseorang bisa dikatakan intelektual progresif jika mereka mau dan mampu melakukan perubahan kearah yang lebih baik dengan kemampuan dan ilmu serta pengalaman yang didapat, berani mengatakan salah pada yang salah dan mengatakan benar pada yang benar meskipun itu semua mengandung resiko yang tak ringan. Dan sekarang sedikit sekali intelektual-intelektual yang vokal menyuarakan kebenaran dan berani melakukan perubahan. Hal ini tak lepas dari pengaruh budaya kampus yang sengaja mengkebiri mahasiswa agar tak lagi vokal menyuarakan pendapat dan kritis dalam menganalisa masalah disekitarnya. Itulah kenapa kampus saat ini tidak lagi mampu menciptakan intelektual progresif tapi lebih menciptakan para intelektual kuli yang hedonis dan lebih mementingkan diri sendiri.

Kepemimpinan adalah gabungan unsur-unsur kecerdasan, sifat amanah (dapat dipercaya), rasa kemanusiaan, keberanian, serta disiplin...
Hanya ketika seseorang memiliki kelima unsur ini menjadi satu dalam dirinya, masing-masing dalam porsi yang tepat, baru dia layak dan bisa menjadi seorang pemimpin sejati.
~ S un Tzu ~

Pikiran yang besar, sebagaimana pikiran yang dimiliki para pemimpin sejati, memiliki TUJUAN.
Sementara pikiran orang-orang biasa hanya memiliki angan-angan.
~ Washington Irving ~

Banyak sekali orang yang memiliki ide bagaimana orang lain harus berubah. Tetapi sedikit sekali orang yang memiliki ide bagaimana dirinya sendiri harus berubah.
~ Leo Tolstoy ~

Terima dan hadapilah semua tantangan agar kau bisa merasakan kegembiraan dan kenikmatan sebuah "kemenangan".
~ George S. Patton ~

Untuk bisa memimpin orang lain, menjadi ujung tombak di barisan terdepan, seorang manusia harus mau dan berani maju sendirian.
~ H arry Truman ~

Miliki mimpi (visi) yang benar-benar besar, karena mimpi yang kecil, yang biasa-biasa saja, tidak mempunyai kekuatan untuk menggerakkan hati manusia.
~ Goethe ~

Kata "tidak mungkin" tidak ada dalam kamus saya.
~ N apoleon Bonaparte ~

Pemimpin mencapai suksesnya melalui pelayanan kepada orang lain, bukan dengan mengorbankan orang lain.
~ H. Jackson Brown, Jr. ~

Pemimpin adalah mereka yang mampu melihat lebih banyak dari orang lain, yang mampu melihat lebih jauh daripada orang lain, serta mampu melihat segala sesuatu sebelum orang lain.
~ Leroy Eimes ~


Tidak bisa menjadi pemimpin besar seseorang yang ingin mengerjakan semuanya sendiri, atau seseorang yang ingin mendapatkan semua pengakuan atas tindakannya tersebut.
~ Andrew Carnegie ~


Anda tidak perlu memiliki jabatan atau posisi tertentu untuk bisa menjadi pemimpin.
~ Anthony D'Angelo ~


Bantulah seseorang untuk maju. Kau akan selalu lebih tinggi dari orang lain bila ada orang lain yang berdiri di atas pundakmu.
~ B ob Moawad ~


Kepemimpinan berarti memecahkan masalah.

Hari ketika para bawahan Anda berhenti membawa permasalahan mereka kepada Anda adalah hari ketika Anda berhenti menjadi pemimpin mereka.

Bisa jadi bawahan Anda tadi tidak percaya lagi akan kemampuan Anda menolong memecahkan masalah mereka, atau bisa jadi mereka menyimpulkan bahwa Anda tidak peduli lagi akan semua permasalahan mereka.

Yang manapun alasan mereka berhenti menghadap Anda untuk semua masalah mereka, itu adalah tanda kegagalan kepemimpinan Anda.
~ Karl Popper ~


Pimpin dan inspirasi orang. Jangan coba untuk mengatur dan memanfaatkan mereka.
Barang-barang (inventories) bisa diatur dan dimanfaatkan, tetapi orang, manusia, harus dipimpin.
~ Ross Perot ~



Orang bertanya apa bedanya seorang pemimpin dan seorang boss (atasan).

Bedanya adalah, seorang pemimpin memimpin, yaitu membuat orang melakukan sesuatu dengan memberi contoh dan melakukan sendiri juga apa yang dilakukan pengikutnya. Pemimpin membuat yang dipimpin melakukan sesuatu dengan suka hati karena inspirasinya.

Sementara boss (atasan) membuat orang lain melakukan sesuatu dengan menyuruh mereka melakukannya tidak peduli mereka suka atau tidak.
~ Theodore Roosevelt ~



Seorang boss akan bilang, "Pergi!", sementara seorang pemimpin akan berkata, "Ayo kita pergi!".
~ Gordon Selfridge ~

Semua orang bisa menghadapi kesengsaraan. Jadi untuk menguji seberapa kuat karakter / watak seseorang, berikan dia kekuasaan.
~ Abraham Lincoln ~


Contoh, teladan, itulah bentuk kepemimpinan terbaik.
~ Albert Schweitzer ~


Dalam bahasa yang paling sederhana, pemimpin adalah orang yang tahu benar kemana dia ingin pergi, lalu bangkit dan mulai berjalan.
~ John Erskine ~


Pemimpin harus cukup dekat dengan yang dipimpinnya agar bisa memahami kondisi mereka, tetapi harus cukup jauh juga agar bisa memotivasi mereka.
~ John Maxwell ~


Kepemimpinan adalah memahami orang dan melibatkan mereka untuk membantumu mengerjakan suatu tugas.

Dan ini membutuhkan semua karakteristik luar biasa seperti integritas, dedikasi akan suatu tujuan, sikap tanpa pamrih, pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, kegigihan serta tekat pantang menyerah pada kegagalan.
~ Admiral Arleigh A. Burke ~


Kepemimpinan memiliki tugas yang lebih berat dari sekedar menentukan pihak mana yang harus dipilih. Kepemimpinan harus mempersatukan semua pihak.
~ Jesse Jackson ~


Tugas seorang pemimpin adalah membawa orang dari tempat mereka berada sekarang ke tempat yang belum pernah mereka datangi. (Dengan kata lain, tugas pemimpin adalah memotivasi orang untuk melakukan pencapaian terbesar yang belum pernah mereka capai sebelumnya.
~ Henry Kissinger ~



Kepemimpinan adalah kemampuan mendapatkan hasil/pencapaian luar biasa dari orang-orang biasa.
~ Brian Tracy ~


Pemimpin mengambil keputusan yang akan membentuk masa depan sebagaimana yang mereka inginkan.
~ Mike Murdock

Oleh : Ki Hadjar Dewantara

Soal : cara mendidik manakah yang dapat kita jalankan di dalam dan di luar sekolah pada masa ini, yang dapat menghidupkan, menambah dan menggembirakan perasaan kesosialan anak-anak Indonesia?
I. Di dalam hidupnya anak-anak adalah tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya, yaitu : alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda.
1. Akan mudah dan sempurnanya pendidikan tidak cukuplah usaha pendidikan itu hanya disandarkan pada sikap dan tenaganya si-pendidik, akan tetapi harus juga beserta suasana (atmosfeer) yang sesuai dengan maksudnya pendidikan ; oleh karena itu wajiblah kepentingan tiga alam atau pusat pendidikan tersebut dimasukkan di dalam cara atau sistem pendidikan. (Shanti Niketan, Taman Siswa).
2. ‘Menghidupkan, menambah, dan menggebirakan perasaan kesosialan’ tidak akan dapat terlaksana, jika tidak didahului pendidikan diri (pendidikan individual), karena inilah dasarnya pendidikan budi pekerti, yang akan dapat menimbulkan rasa kemasyarakatan atau rasa sosial.
3. Untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya, maka perlulah segala usaha kita itu berdasarkan kurtural nasional, karena itulah syarat yang pokok untuk memudahkan, mempercepat, dan memperbaiki segala usaha.
4. Sikap kita dalam hal itu harus ditujukan ke arah terlaksananya perhubungan yang serapat-rapatnya, antara tiga pusat tersebut di atas, dan mempergunakan pengaruh pendidikan sebanyak-banyaknya kepada tiap-tiap pusat itu.

II. Alam keluarga adalah ‘pusat pendidikan’ yang pertama dan yang terpenting, oleh karena sejak timbulnya adab kemanusiaan hingga kini, hidup keluarga itu selalu mempengaruhi tumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia.
1. Berhubung dengan adanya naluri yang asli (oer-instict) yang mengenai kekalnya turunan, maka tiap-tiap manusia selalu berusaha mendidik anak-anaknya dengan sesempurna-sempurnanya, baik dalam hal rohani maupun dalam hal jasmaninya.
2. Berhubung dengan itu maka tiap-tiap manusia mempunyai dasar kecakapan dan keinginan untuk mendidik anaknya, sehingga tiap-tiap rumah keluarga itu bersifat pusat-pendidikan semata-mata, walaupun dengan sifat yang acapkali amat sederhana dan tanpa keinsyafannya.
3. Rasa cinta,rasa bersatu dan lain-lain perasan dan keadaan jiwa yang pada umurnya sangat brefaidah untuk berlangsungny pendidikan,teristimewa pendidikan budi pekerti,terdapatlah di dalam hidup keluaga dalam sifat yang kuat dan murni,hinga tak akan dapat pusat-pusat pendidikan lainya menyamainya,
4. Kedaan lahir juga sangat mempengaruhi berlakunya pendidikan,teristimewa pendidikan kesosialan;misalnya tolong-menolong,menjaga orang yang sakit,bersama-sama menjaga kesehatan,ketrtiban,kedamaian,kebersian,keberesan segala perkara,demikianlan seterusny.
5. Pengaruh-pengaruh yang tidak baik atau jahat dan dapat membahayakan langsungnya pendidikan ada pula;maka inilah harus dimasukkan dalam daftar usaha kita, agar kita kaum pendidik dapat menghindari akibat-akibatny yang jelek. Inilah kewajiban sosial dari sekalian kaum pendidik;jalanny ialah dengan mengadakan hubungan rapat dengan kaum ibu-bapak dan guru, perseorangan atau dengan bacaan (rapat-rapat,suratkabar,majalah,risalah dan sebagainy yang menuju pada pendidikan orang-orang yang tua yang masih harus mendapat didikan).
6. Kepantingan kuluarga sebagai pusat pendidikan tidak hanya disebabkan karana adanya kesempatan yang sebaik-bainya untuk mengadakan pendidikan individual dan sosial,akan tetapi juga karena ibu-bapak menanam segala benih kebatinan yang sesuai dengan kebatianannya sendiri,di dalam jiwanya anak-anak;inilah haknya orang tua yang terutama dan tidak boleh dibatalkan oleh orang lain.
7. Apabila sistem pendidikan dapat memasukkan alam keluarga itu ke dalam ruangannya, maka ibu-bapak itu, terbawa oleh segala keadaanya, akan dapat berdiri sebagai guru (pemimpin laku adab), sebagai pengajar (pemimpin kecerdasan pikiran serta pemberi ilmu pengetahuan) dan sebagai contoh laku kesosialan ; niscayalah bersatunya alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda itu akan dapat lebih berhasil dari pada sistem sekolah model barat, yang kita alami pada zaman kini.

III. Alam perguruan adalah pusat pendidikan, yang teristimewa berkewajiban mengusahakan kecerdasan pikiran (perkembangan intelektual) beserta pemberian ilmu pengetahuan (balai wiyata).
1. Teori dalam ilmu pendidikan yang menyebutkan : ‘pendidikan sosial itu adalah tugas sekolahan’, sungguh menyalahi keadaan yang nyata; sekolah model Barat seperti sifatnya sekarang tak akan dapat berdiri sebagai ‘pendidik kesosialan’.
2. Sistem sekolahan, selama masih ditujukan kepada pencarian dan pemberian ilmu dan kecerdasan pikiran, akan selalu bersifat zekelijk atau tak berjiwa, dan oleh karenanya akan terus sedikitlah pengaruh pendidikannya atas kecerdasan budi pekerti dan budi kesosialan.
3. Oleh karena kecerdasan pikiran dan ilmu pengetahuan itu selalu mempengaruhi dengan kuat bertumbuhnya egoisme (hanya mementingkan diri sendiri) dan budi keduniawian (materialisme), maka acap kali sistem sekolah yang tak berjiwa itu berpengaruh anti sosial.
4. Bilamana balai wiyata itu berpisah dengan hidup keluarga, maka usaha pendidikan budi pekerti dan budi kemasyarakatan di ruang keluarga itu akan selalu sia-sia belaka, oleh sebab pengaruh sekolahan itu amat kuatnya (tiap-tiap hari1.k.8 jam mengasah intelek hingga menimbulkan ‘intelektualisme’.
5. Selama ‘balai wiyata’ itu bersifat ‘sekolah umum’ (yaitu ‘sekolah negeri’), yang lalu tak akan dapat beraliran pasti menurut aliran kebatinan, (seperti yang dimaksudkan oleh ‘sekolah luar biasa’, yang berdirinya selalu disokong oleh orang-orang tua yang menghendaki salah satu aliran tetap), maka segenap pegawai disitu akan bersemangat ‘kaum buruh’; lalu mereka hanya berderajat ‘pengajar’ tak akan berdiri sebagai ‘guru’, karena tidak bersatu alam kebatinan dengan aliran balai wiyatanya sendiri. (Kesunyian ‘idealisme’ selalu menimbulkan ‘materialisme’. Bandingkanlah ‘Schoolstrijd’ atau ‘perjuangan sekolah’ di Nederland).
6. Buat Indonesia ‘sistem sekolah umum’ itu menjauhkan anak-anak dari alam keluaganya dan alam rakyatnya.
7. Kecerdasan pikiran seperti yang dimaksudkan oleh pembangun-pembangunnya ‘sistem sekolahan’ (Pestalozzi dan lain-lain) mengandung juga hal yang baik dan perlu; katrena itu segala peraturannya yang sesuai dengan kepentingan kita kadang-kadang perlu kita tiru.

IV. Alam pemuda, yaitu pergerakannya pemuda-pemuda yang pada zaman kini terlihat sudah tetap adanya (geconsolideerd), harus kita akui dan kita pergunakan untuk menyokong pendidikan.
1. Pergerakan pemuda itu hendaknya berlaku bagi anak-anak dalam akhir ‘windu ke-2’ dan permulaannya ‘windu ke-3’ (yaitu 14 sampai 20 tahun); sebelum umur itu pemeliharaan pemudalah yang pantas diadakan.
2. Didalam pergerakan pemuda hendaknyalah pengetua-pengetua sebagai penasihat, memberikan kemerdekaan secukupnya pada pemuda dengan selalu mengamat-amati, dan hanya bertindak jika perlu, yakni jika ada bahaya yang tak dapat ditolak oleh pemuda-pemuda sendiri; inilah pendidikan diri sendiri.
3. Pergerakan pemuda pada waktu ini, sebagian adalah tiruan cara Eropa, sebagian adalah buah ciptanya guru-guru bangsa Eropa, sebagian tiruan hidupnya atau pergerakannya saudara-saudara tua sebangsa, dan sebagian kecil adalah timbul dari angan-angannya sendiri. Semua itu seringkali bercampur sebagai ‘conglomeraat’, yaitu tidak berwujud tetap dan pasti.
4. Pergerakan pemuda zaman kini terlihat memisahkan anak-anak dengan alam keluarganya; inilah akan selalu dapat membahayakan, apalagi terbawa oleh keadaan pendidikan zaman sekarang (sistem sekolah secara barat) yang dialami sebagian besar anak-anak kita yang bersekolah disitu; pendidikan budi pekerti belum selesai atau kurang berhasil, karena aliran pendidikan acapkali bertentangan dengan sifat pendidikan anak-anak, yakni kodratnya anak-anak.
5. Dimana ‘pergerakan pemuda’ itu menyokong besar untuk pendidikan, baik yang menuju kecerdasan jiwa atau budi pekerti, maupun yang menuju ke laku sosial, maka perlulah pergerakan pemuda itu diakui sebagai pusat pendidikan dan dimasukkan di dalam rencana pendidikan, seperti yang dianjurkan di dalam preadvis ini.

Oleh: Ki Hadjar Dewantara

Mulai dulu hingga sekarang Taman Siswa merupakan perguruan untuk memberi pengetahuan serta kecakapan dalam sifat-sifatnya yang umum ‘algeemen vormend’ guna menyokong perkembangan jiwa raga anak-anak, sesuai dengan bakatnya masing-masing. Agar kelak mereka dapat mencapai hidup dan penghidupan yang setinggi-tingginya dan yang bermanfaat yang sebesar-besarnya, bagi dirinya sendiri dan masyarakatnya. Pada dasarnya kita mengutamakan pendidikan dan pengajaran menurut dasar dan azas ”kulturil” belum sampai kita memasukan usaha pendidikan dan pengajaran “kepandaian “khusus, seperti yang biasa dilakukan oleh ‘Sekolah Vak’.
Bukannya kita mempunyai anggapan yang rendah (diskriminasi) terhadap pekerjan dan kepandaian khusus dalam hidup manusia sebagai yang lazimnya nampak dalam angan-angan, ‘intelektualistis’ yang hanya ingin, ‘tahu untuk tahu’ tidak ‘untuk di amalkan’. Sekali-kali tidak! Kita mementingkan ‘pengajaran umum’ itu berdasarkan dua pertimbangan. Pertama adalah sukar sekali bagi Taman Siswa untuk mendirikan sesuatu ‘vakschool’ yang memerukan biaya yang tidak sedikit itu. Kedua kalinya yang paling kita pentingkan ialah hapusnya sistem pendidikan dan pengajaran berasal dari dunia Barat dan dilakukan oleh kaum penjajah, yang dalam sifat-sifat dan dasarnya, bentuk-bentuk dan isinya serta caranya, melaksanakan semata-mata ‘colonial’ itu. Di sekolah-sekolah vak yang dulu sudah ada anak-anak kita di pelajari pelbagai kepandaian khusus ,yang bagaimanapun juga menguntungkan hidupnya. Akan tetapi sebelum memasuki sekolah-sekolah vak tersebut, mereka dapat didikan umum yang bertentangan dengan azas-azas nasional. Didikan yang salah itu menyebabkan anak-anak kita nantinya sebagai seorang ahli akan menemui banyak kesukaran dalam hidupnya, berhubung dengan tetap adanya “diskriminasi” terhadap hidup di dalam masyarakat. Selain itu bagi anak anak kita sukar sekali untuk masuk ke sekolah-sekolah vak yang lebih tinggi dari pada yang khusus di peruntukan bagi mereka tadi, dimana anak-anak kita dididik menjadi “tukang-tukang” belaka. Inilah akibat sistim pendidikan dan pengajaran yang kolonial, yang tetap mengandung diskriminasi terhadap bangsa kita, teristimewa pada bagian yang biasa di sebut ‘algeemen vormend onderwijs’. Sedangkan ini merupakan batu loncatan untuk memasuki sekolah sekolah vak yang amat rendah itu.
Bahwa Taman Siswa tidak mengabaikan pengajaran kepandaian, dapat di buktikan dengan berdirinya pelbagai bagian perguruan kita, yang bermaksud memberi persiapan pendidikan dan pengajaran vak. Diantaranya kita kenal Taman Masyarakat atau Kelas Masyarakat, Taman Kerti, Taman Tani dan Kursus kursus vak lain-lainnya. Dalam hal ini termasuk azas-azas yang tertentu, yang berhubungan dengan keselamatan dan kebahagian hidup dan penghidupannya.Yaitu Taman Siswa bermaksud mendorong anak-anak untuk bekerja (jangan seterusnya hanya’berfikir’saja), untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya, untuk menginsyafi akan kewajibanya mencari nafkah, agar nantinya dapat mencapai hidup merdeka, tidak menjadi tanggungan orang lain. Demikian selanjutnya.
Sebagai nasionalis sudah selayaknya pula kita berusaha agar negeri kita mempunyai sekolah-sekolah kepandaian yang menguntungkan rakyat dan negara. Mengingat keadaan negeri kita seharusnyalah kita mempunyai sekolah-sekolah tani, pelayaran, perdagangan, pertukangan, kesehatan, perobatan, kesenian, dan lain-lain yang di perlukan untuk tiap-tiap negara yang merdeka, mulai sekolah-sekolah yang terendah sampai yang tertinggi, agar kita tidak semata-mata tergantung pada negeri-negeri lain. Apabila kita Taman Siswa tidak sanggup atau tidak mampu untuk menyelenggarakan pendidikan vak tadi, hendaknya kita memberi bantuan secukupnya untuk pembangunan tersebut. Kita dapat menganjurkan kepada murid-murid kita untuk memasuki sekolah-sekolah vak itu, baik kepunyaan pemerintah maupun yang diusahakan badan badan partikelir. Dapat juga kita menyumbangkan tenaga atau harta benda untuk usaha-usaha yang di maksud, demi kepentingan anak-anak serta negara kita bersama. Demikian menurut pandangan saya hubungan yang ada antara Taman Siswa dengan soal pendidikan dan pengajaran kepandaian pada umumnya. Sekali lagi: Taman Siswa manganggap sebagai tugasnya yang pertama : mengganti sistem pendidikan dan pengajaran yang berjiwa dan beraga ‘kolonial’ itu dengan sistem baru yang ‘nasional’ dan ‘kulturil’. Untuk itulah lebih dahulu diperlukan pembangunan bagian ‘algemeen’ vormend onderwijsnya.
Sebenarnya sudah pada permulaan usahanya, Taman Siswa mendirikan bagian perguruan yang merupakan, ’vakschool’. Bukankah ‘Taman Guru’ kita itu suatu kepandaian khusus, yang di luar kalangan di sebut, ’kweekschool’ atau ‘Vakschool Voor Onderwijzers‘? Apabila sekolah ‘kepandaian’ tersebut kita dahulukan berdirinya maka tidak lain maksud kita ialah untuk dapat meluaskan tugas kita, yakni mendidik kader-kader dan pemimpin pemimpin yang akan ikut serta dalam perjuangan kita menuju ke arah pemberantasan ‘kolonial onderwijs’ untuk seluruh indonesia.
Jangan dilupakan adanya pelajaran tarian-tarian Jawa umumnya khususnya “Bedoyo”: dan “Serimpi”, di bawah pimpinan guru-guru dari “Krido Bekso Wiromo”, yang sejak tahun 1931 berdiri sebagai bagian tetap dengan nama “Taman Kesenian “, bahkan sudah memberikan ujian serta memberikan ijazah-ijazah Guru Serimpi juga dengan resmi.
Selain itu termasuk pula dalam idam-idaman kita mendirikan ,’vakschool’ untuk Pertanian, yang sudah pernah kita usahakan juga, mulai dengan cara ‘eksperimentil’ disana-sini, juga di jaman Jepang, sekalipun tak dapat langsung untuk seterusnya. Menggabungkan ‘Pawiyatan’ dengan ‘pertanian’ itu kita anggap patut sekali, karena rakyat kita adalah ‘rakyat tani’ dan menurut tradisi jaman dahulu hidupnya para ‘pendeta’ dengan ‘cantrik-cantrik’-nya itu senantiasa diliputi alam dan suasana pertanian. Dalam hubungan ini baik juga diinggat, bahwa pernah di kalangan Taman Siswa pernah di perbincangkan soal ‘Pensiun–Tanifonds’ dengan maksud untuk mewujudkan timbang-bhakti atau ‘pensiun’ berupa tanah pertanian buat anggota–anggota Taman Siswa, yang karena usianya tak lagi dapat melakukan pekerjaannya sebagai pamong. Berhubung dengan kesukaran-kesukaran yang bermacam-macam maka rencana ‘Taman Tani’ dan ‘Tani – Pensiunfonds’ tadi tidak dapat di laksanakan.
Ada lagi satu soal pengajaran vak, yang pernah kami majukan dalam lingkungan Taman Siswa, yaitu tentang kemungkinan mengadakan pengajaran jurnalistik sebagai ‘bagian differensiasi’ dalam Taman Madya atau Taman Guru kita. Dalam soal ini ada beberapa kepentingan yang patut kita insyafi dan kita pertimbangkan .
Pertama : seorang ‘wartawan’ adalah seorang ‘pendidik’; ia mendidik pembaca–pembacanya: ia mendidik masyarakatnya : ia mempengaruhi perkembangan kebudayaan. Bukannya di sini patut sekali dan perlu Taman Siswa masukan cita-citanya ke dalam dunia Pers ?!.
Kedua : banyak sudah anak anak kita memangku jabatan jurnalistik, karena sebagai putera Taman Siswa, mereka merasa patut dan senang, sanggup dan mampu untuk bekerja sebagai jurnalis.
Ketiga : alangkah baiknya bila kita (berhubung dengan hal pertama dan kedua itu) mengadakan pendidikan khusus bagi anak anak kita yang berbakat kewartawanan itu.
Keempat : tentang rencana pelajarannya sebetulnya hanya sedikit perbedaannya dengan isi di Taman Guru kita bagian ‘Budaya’, sehingga dengan mengganti pelajaran-pelajaran (yang khusus mengenai pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak) menjadi pelajaran yang mengenai hidup orang-orang dewasa dan masyarakat serta tekniknya jurnalistik sudah cukuplah kiranya .
Kelima : dengan memberi status ‘Taman Guru C’ kepada ‘Taman Wartawan’, yang berdekatan dengan bagian ‘Budaya’, dan bagian ‘C-Sosial’ itu, maka tentang biayanya kiranya tidak akan memberi kesukaran yang tak dapat di atasi.
Keenam : bagian pendidikan wartawan itu akan mendekatkan lagi hidup Taman Siswa dengan masyarakat kebangsaan kita, yang berarti menambah anggapan baik dari rakyat terhadap Taman Siswa sebagai Badan Perguruan Nasional. Kita telah membuktikan kesanggupan dan kemampuan untuk ikut memperjuangkan segala kepentingan Nusa dan Bangsa, disamping tugas kita yang khusus, yaitu mempertahankan keselamatan dan kebahagian anak-anak di dalam lingkungan kebudayaan kebangsaannya .
Cukup sekian pandangan saya tentang,’vak-opleiding’di dalam perguruan kita Taman Siswa pada umumnya dan khususnya tentang pendidikan wartawan, yang sebagai pendidik masyarakat dalam beberapa hal benar-benar bersamaan tugas dengan pamong- pamong Taman Siswa.
Tentang kedudukan Pers di dalam masyarakat, teristimewa tentang pengaruhnya yang amat besar terhadap perkembangan jiwa manusia dan hidup khalayak, di bawah ini saya sajikan sekedar penjelasan Pers, seperti yang pernah saya uraikan di dalam ceramah di muka pertemuan untuk memperingati di hari ulang tahun yang pertama dari pada ‘Lembaga Pers dan Pendapat Umum’, tanggal 10 oktober 1953 yang lalu di Yogyakarta.
Di seluruh dunia dan jaman apapun dapat kita saksikan sendiri, bahwa dalam hidup tumbuh dan perkembangannya, Pers itu selalu berdampingan dengan gerak-gerik dan kemajuan hidup rakyat di tiap negeri. Dinamik yang nampak di dalam hidup dan penghidupan manusia selalu di sebabkan karena adanya dinamik di dalam hidup kejiwaan nya. Seterusnya kesibukan hidup lahir tadi kembali mempengaruhi hidup batin dan menyebabkan kesibukan jiwa. Dinamik batin, yang kini merupakan ‘akibat ‘ daripada hidup lahir itu, keluar kembali untuk mempengaruhi lagi segala gerak-gerik hidup lahir. Begitulah seterusnya ‘sebab’ dan ‘akibat’ saling ganti mengganti dengan tiada akhirnya. Dan itulah yang menyebabkan tidak abadinya hidup dan penghidupan manusia di dunia ini. Dalam pada itu berganti-ganti bentuk-bentuk hidup dan penghidupan, karena terus berubah-ubahnya keadaan hidup bersama itu, pada umumnya menyebabkan adanya ‘kemajuan’, meskipun di sampingnya nampak ‘kemunduran’ atau ‘kebekuan’ pada beberapa bagian hidup dan penghidupan.
Sebelum manusia mendapatkan cara ‘menulis’ dan atau menggambar isi jiwanya, maka hanya dengan kata-kata saja ia dapat memancarkan angan-angannya kepada orang-orang yang berada didekatnya. Tidak mungkin orang banyak dapat ikut menerimanya. Selain itu bagi kebanyakan orang biasanya sukar untuk menerima dan memahami keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan tentang soal-soal yang ‘abstrak’, apabila tidak dapat “dilihat” dan hanya via “pendengaran” semata-mata. Sebaliknya sesudah ada cara menulis dan menggambar, pancaran isi jiwa tadi lebih gampang dapat diterima orang-orang lain ; juga ditempat-tempat yang jauh-jauh letaknya, karena siaran isi jiwa tadi lalu dapat dilihat, tidak hanya didengarkan saja. Orang dapat leluasa untuk memikir-mikirkannya dengan tenang, sedangkan dengan begitu tidak saja mereka yang mempunyai dasar ‘auditif’ (yakni mudah memasukkan kedalam jiwanya apa yang didengar), pun mereka yang ,’visueel’ (gampang mengerti apa yang dilihat) sekaligus dapat tertolong.
Dapat dimengerti bahwa setelah diketemukan cara mencetak buah fikiran dengan peralatan,’drukpres’, perkembangan hidup masyarakat berlangsung dengan amat cepatnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan apa yang tercatat dalam buku-buku sejarah hidup manusia di abad-abad yang terakhir. Lebih-lebih dapatlah kita saksikan kemajuan hidup dan penghidupan, sesudah drukpres tidak saja digunakan untuk mencetak kitab-kitab ilmu pengetahuan, namun pula untuk melayani hasrat manusia untuk menyiarkan serta menerima segala pemberitaan. Pemberitaan ‘Pres’ itu biasanya mengenai berbagai kepentingan masyarakat pada umumnya, khususnya kerapkali merupakan pembelaan hak-hak rakyat terhadap perlakuan-perlakuan yang melanggar rasa keadilan dan perikemanusiaan. Dengan begitu Pres menjadi pelindung masyarakat, dan oleh khalayak umum dianggap sebagai “Ratu Adil”. Apakah ini yang menyebabkan di negeri- negeri Barat Pres diberi sebutan “Ratu Dunia” ?!.
Seperti kita ketahui perkataan Pres semula dipakai sebagai nama pesawat cetak, kemudian digunakan untuk menamakan sistem pewartaan, baik penerbitan ‘kalawarti’ atau “majalah” maupun “harian”. Terbuktilah disini makin lama besarnya penghargaan masyarakat terhadap Pres, yang tidak saja dianggap sebagai “Penuntut keadilan” sebagai “Ratu Dunia”, namun dapat pula mendesak kedaulatan nama dan arti ,’drukpres’, yang menurut sejarah dianggap sebagai sumber kekuatan yang menyebabkan kemajuan hidup manusia. Orang memberikan nama yang mulia itu kepada sistim pewartaan yang kini disebut ‘Pres’. Dengan begitu seolah-olah orang menganggap sistim pewartaan tadi menjadi sumber kemajuan hidup manusia.
Penjelasan tentang kedudukan Pres di tengah-tengah masyarakat tadi menurut hemat kami perlu diketahui oleh segenap kaum Wartawan. Perlu para jurnalis menginsyafi, bahwa Pres itu dianggap sebagai pelindung rakyat, pembela keadilan, bahwa dapat julukan “Ratu Adil”. Menginsyafi hal-hal itu perlu, agar para wartawan dalam menunaikan kewajiban dapat memakainya sebagai tuntunan atau pedoman.
Dalam hubungan ini ada baiknya saya mengulangi apa yang pernah saya anjurkan di kalangan wartawan di jaman dahulu 40 tahun yang lalu, waktu itu saya masih berlomba-lomba dalam dunia jurnalistik. Anjuran saya ialah supaya kita tak usah meniru tradisi Eropa dengan ikut menggunakan sebutan ‘Ratu Dunia’ ; jangan pula kita menghidupkan sebutan ‘Ratu Adil’ untuk memperlambangkan kedudukan Pres. Perkataan ‘Ratu’ mengandung pengertian konservatif dan feodal dan sangat berjauhan dengan jiwa yang bebas dan demokratis. Lebih baik, demikianlah anjuran saya dulu, kita menggunakan perlambang yang lebih luhur dan indah. Yaitu hendaknya kita memakai julukan ‘Sinar Matahari’ kepada Pres. Sinar Matahari tidak saja menyebabkan terangnya suasana dan musnahnya kegelapan, namun didalam sinar matahari yang berspectrum lima warna pokok itu, terkandung berjenis-jenis daya kekuatan. Ada yang menyuburkan segala benih yang baik dan bermanfaat, ada pula yang mematikan berbagai,’microben’ yang membahayakan kesehatan hidup. Kita semua tahu apa yang disebut warna ‘ultra violet’. Semua itu berlaku dengan sendirinya, karena berupa ‘proses kodrati’.

Sumber :

http://cerdaspos.blogspot.com/2008/05/pengajaran-kepandaian-dalam-tamansiswa.html

A. Latar Belakang Masalah
Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang ini berarti seluruh rakyat indonesia berhak menikmati pendidikan sehingga diharapkan bangsa indonesia akan menjadi bangsa yang cerdas, namun dengan disahkanya BHP (Badan Hukum Pendidikan) maka tidak semua rakyat indonesia dapat menikmati pendidikan karena pendidikan dikomersialisasikan/diperdagangkan sehingga banyak rakyat indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan tidak dapat mengenyam pendidikan dan hanya orang-orang yang berduit yang dapat menikmati pendidikan.
Tujuan dari adanya BHP salah satunya untuk meningkatkan mutu pendidikan namun kalau kita kaji lebih jauh UU BHP dibuat hanya untuk menciptakan calon-calon buruh yang berkualitas untuk dipekerjakan dinegara-negara kaya, parahnya lagi UU BHP hanya akan membatasi rakyat miskin untuk mengenyam pendidikan. Oleh karena itu harus segera kita tentang terlebih hal ini hanya akan menguntungkan bangsa asing. Kita ketahui bersama bahwa lebih dari 50% rakyat indonesia masih dibawah garis kemiskinan dan hal ini akan membuat sebagian bangsa indonesia tidak dapat mengenyam pendidikan dan ini berarti telah menyimpang dari tujuan awal pendidikan yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
UU BHP juga akan membuat strata-strata sosial dalam masyarakat, dimana kelompok kaya akan bersosialisasi dengan yang kaya karena akan tidak mungkin rakyat miskin mampu mengenyam pendidikan bertaraf internasional dengan segala kemudahan fasilitas namun dengan biaya yang membumbung tinggi kelangit.

B. Pembahasan
“Kekuatan rakyat itulah jumlah kekuatan tiap-tiap anggota dari rakyat itu. Segala daya upaya untuk menjunjung derajat bangsa tak akan berhasil, kalau tidak dimulai dari bawah. Sebaliknya rakyat yang sudah kuat, akan pandai melakukan sagala usaha yang perlu atau berguna untuk kemakmuran negeri.”
Seperti telah diuraikan diatas bahwa BHP sangatlah bertentangan dengan cita-cita pendidikan dinegara kita dimana pendidikan adalah hak seluruh warga negara, namun dengan adanya BHP maka sebagian besar rakyat indonesia tidak akan dapat mengenyam pendidikan. Kita sebagai negara dunia ketiga belumlah siap untuk berkompetisi dalam hal liberalisasi pendidikan dan hal ini jelas-jelas akan menyimpang dari esensi pendidikan dimana pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bukan untuk diperdagangkan atau mencari laba. Pendidikan adalah hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh pemerintah bukan kewajiban rakyat untuk membiayai dan bukan hak pemerintah untuk mengambil keuntungan dari pendidikan itu.
Benarlah kiranya apa yang dikawatirkan Ki. Hadjar Dewantara bahwasanya bangsa kita akan mengalami kebingungan dalam hal pendidikan dimana kebijakan-kebijakan yang dirasa baik untuk bangsa kita tetapi pada kenyataannya itu berpihak pada bangsa asing. Dan sudah jelas kiranya bahwasanya BHP sangatlah berpihak pada kepentingan-kepentingan negara kaya dimana UU BHP lahir dari turunan kesepakatan Indonesia dalam Perjanjian WTO yakni General Agreement On Trade and Service (GATS). Dari kelahiranya saja sudah sangat jelas bahwa sebanarnya arah dari UU BHP adalah komersialisasi pendikan, secara lebih detail pada bulan Maret 2003 International Conference on Implementing Knowledge Economy Strategies diselenggarakan di Helsinki, Finlandia, dan melahirkan apa yang disebut Knowledge Economy. Konsep ini adalah hal baru di sektor pendidikan yang dipakai di negara-negara dunia pertama. Apakah Knowledge Economy? Knowledge Economy adalah konsep untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi, maka industri di negara-negara maju membutuhkan kualifikasi buruh yang tidak saja terampil di bidangnya, namun juga mampu menguasai sistem teknologi dan informasi yang dipakai secara luas dalam dunia profesional. Konsep Knowlegde Economy kemudian ditindak lanjuti dengan pertemuan WTO (World Trade Organisation) yang menghasilkan kesepakatan bersama antar negara-negara yang tergabung dalam WTO. Kesepakatan itu dirangkum dalam GATS (General Agreement On Trade Service) yang menghasilkan keputusan cukup controversial bagi negara-negara dunia ketiga yaitu komersialisasi pendidikan atau pendidikan dimasukkan dalam bidang jasa yang layak untuk diperjualbelikan dan diperdagangkan. Dan parahnya lagi, Indonesia meratifikasi kesepakatan tersebut. Follow up dari ratifikasi kesepakatan tersebut dengan membuat Undang-Undang mengenai Badan Hukum Pendidikan. Tema sentral UU BHP tersebut adalah komersialisasi pendidikan di Indonesia. sudah tergambar jelas kiranya bahwa UU BHP sangatlah bertentangan dengan tujuan pendidikan di negara kita dan penuh sarat kepentingan bangsa asing.
Lalu kontribusi apa yang bisa kita berikan sebagai pemuda ketika melihat realita pendidikan di negara tercinta ini?
Jelas yang harus kita lakukan adalah menolak UU BHP dan hal ini sudah jelas-jelas dilakukan oleh Persatuan Tamansiswa di Pendopo Tamansiswa pada saat menjelang akan disahkanya UU BHP. Kita sebagai pemuda harus berjuang mengembalikan tujuan awal pendidikan, dimana pendidikan harus terjangkau dan berkualitas serta dapat dinikmati oleh seluruh rakyat indonesia tanpa kecuali. Pendidikan boleh mahal tapi bukan rakyat yang menanggungnya melainkan pemerintah karena ini adalah tanggung jawab dari pemerintah. Pemuda harus berorganisasi dan memperkuat persatuan guna menghalau segala bentuk liberalisasi pendidikan dan mengembalikan pendidikan yang memerdekakan anak didik yang tidak berorientasi pada nilai (angka-angka fiktif).
Kenapa UU BHP harus dicabut? Jelas sudah bahwa UU BHP tidak berpihak pada rakyat terutama golongan menengah kebawah. Yang dapat menikmati pendidikan dengan segala fasilitasnya hanyalah orang-orang kaya dan berduit, lalu dikemanakan rakyat kita yang sebagian besar masih hidup dibawah garis kemiskinan? Kalau dulu Tamansiswa didirikan untuk sekolah rakyat dengan tujuan agar rakyat dapat mengenyam pendidikan namun ternyata cita-cita luhur Tamansiswa mulai luntur, bukan hanya pemuda-pemuda tamansiswa yang mempunyai kewajiban untuk mengembalikan cita-cita luhur tersebut tetapi juga seluruh pemuda indonesia yang memang ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, merdeka dan terbebas dari segala penindasan.
“Untuk mendapatkan sistim pengajaran yang akan berfaedah bagi perikehidupan bersama, haruslah sistim itu disesuaikan dengan hidup dan penghidupan rakyat. Oleh karena itu wajiblah kita menyelidiki segala kekurangan dan kekecewaan dalam hidup kita berhubung dengan sifatnya masyarakat seperti yang kita kehendaki.” ~Ki Hadjar Dewantara~
Selain dari kontrofersi UU BHP ujian nasional juga patut kita soroti dimana ujian nasional masih terdapat beberapa kelemahan apabila hal ini akan terus dilaksanakan. Betapa tidak banyak siswa yang stres karena memikirkan ujian nasional, siswa disibukan dengan bimbel, les privat dan sebagainya yang sangat menguras tenaga, pikiran, waktu dan materi tentunya. Siswa disibukan dengan rutinitas yang dapat mendongkrak nilai akademik, tidak ada waktu atau kebebasan untuk bermain dan bersosialisasi dengan teman dan tetangga.
Belum lagi bagi anak-anak yang bersekolah didaerah terpencil dimana masih kesulitan mengakses pendidikan dan juga fasilitas yang minim, hal ini tidak bisa disamakan dengan anak-anak yang bersekolah di perkotaan dengan segala kemudahan fasilitas. Tentunya ujian nasional sangat memberatkan siswa yang ada di daerah terpencil dan ini semua tidak dapat disamaratakan dengan anak perkotaan. Dan kalau kita teliti lebih dalam, bahwa yang menentukan kesuksesan seseorang bukanlah nilai akademik saja tapi masih banyak faktor-faktor lain yang mendukung atau bahkan jauh lebih berpengaruh dari sekedar nilai akademik.
Percuma saja kita dapat nilai akademik yang tinggi tapi kita tidak bisa bersosialisasi dengan baik dan kita tidak peduli dengan keadaan sekitar kita, mau seperti apa nantinya negara kita ini kalau pemudanya sudah tidak peduli lagi dengan bangsa sendiri. Sungguh ironis memang ketika pemuda-pemuda kita sudah di set sedemikian rupa sehingga tidak akan ada lagi generasi penerus bangsa yang mau peduli dengan nasib bangsanya sendiri.

*Pernah disampaikan pada saat diskusi peringatan hari kebangkitan nasional di UAD dan diskusi tersebut merupakan cikal bakal berdirinya FBEMP Yogyakarta